KOMPAS.com - Pro kontra selalu mewarnai
sepanjang pembahasan materi Rancangan Undang-undang Pendidikan Tinggi (RUU PT)
yang mulai digodog Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bersama Komisi X sejak
April tahun 2011 lalu. Waktu pengesahannya pun molor. Seharusnya, RUU PT
disahkan pada April 2012. Agenda pengesahan ditunda karena masih banyak materi
yang menuai kritik dan masukan dari berbagai pihak. Hari ini, 13 Juli 2012, RUU
tersebut resmi disahkan oleh DPR.
Menjelang disahkan, penolakan dan kritik atas draf RUU juga masih terus dilayangkan. Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (Aptisi) bahkan mengancam akan mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi jika pemerintah tetap mengesahkan RUU PT pada bulan Juli ini. Sekjen Aptisi Suyatno menilai, materi yang termuat dalam RUU PT belum berpihak pada masyarakat dan belum mengakomodasi masukan dari perguruan tinggi swasta (PTS). Dalam draf RUU PT versi 26 Juni 2012, menurutnya, masih terdapat banyak pasal yang kontroversial.
Pasal kontroversial
Beberapa dari pasal yang kontroversial itu, kata Suyatno, perlu dihapus dan direvisi karena menimbulkan dikotomis dan ketidakadilan dalam mendudukkan posisi perguruan tinggi negeri (PTN) dan perguruan tinggi swasta (PTS).
Mengutip catatan Litbang Kompas, terdapat empat pasal kontroversial dalam RUU Pendidikan Tinggi, yaitu:
Pasal 9 - terdiri dari 4 ayat (sebelumnya Pasal 10 di RUU PT versi 4 April 2012)
Ayat 2: Kebebasan mimbar akademik merupakan wewenang profesor dan/atau dosen yang memiliki otoritas dan wibawa ilmiah untuk menyatakan secara terbuka dan bertanggung jawab mengenai sesuatu yang berkenaan dengan rumpun ilmu dan cabang ilmunya.
Ayat 4: Ketentuan lebih lanjut tentang sivitas akademika, rumpun, dan cabang ilmu sebagaimana dimaksud pada ayat 2 diatur dengan Peraturan Menteri
Catatan: Rumpun ilmu semestinya diserahkan ke perguruan tinggi yang dianggap lebih tahu, bukan negara.
Pasal 16 - terdiri dari 3 ayat (sebelumnya Pasal 34 di RUU PT versi 4 April 2012)
Ayat 1: Kurikulum pendidikan tinggi dikembangkan oleh setiap Perguruan Tinggi dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan Tinggi untuk setiap program studi yang mencakup pengembangan kecerdasan, intelektual, akhlak mulia, dan keterampilan
Ayat 3: Ketentuan lebih lanjut mengenai kurikulum diatur dalam Peraturan Menteri
Catatan: Seharusnya kurikulum adalah wewenang perguruan tinggi.
Pasal 20 - terdiri dari 6 ayat (sebelumnya Pasal 45 di RUU PT versi 4 April 2012)
Ayat 1: Perguruan Tinggi menyelenggarakan penelitian untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan daya saing bangsa.
Ayat 6: Ketentuan lebih lanjut mengenai penelitian, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kerja sama antar Perguruan Tinggi dan antara Perguruan Tinggi dengan dunia usaha dan dunia industri dalam bidang penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dan pendayagunaan Perguruan Tinggi sebagai pusat penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Peraturan Pemerintah
Catatan: Jika penelitian diatur lewat peraturan menteri, dikhawatirkan independensi perguruan tinggi bakal terkikis.
Pasal 32 - terdiri dari 3 ayat (sebelumnya Pasal 66 di RUU PT versi 4 April 2012)
Ayat 1: Perguruan Tinggi memiliki otonomi untuk mengelola sendiri lembaganya sebagai pusat penyelenggaraan Tridharma.
Ayat 2: Otonomi pengelolaan perguruan tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan dasar dan tujuan serta kemampuan perguruan tinggi.
Ayat 3: Dasar dan tujuan serta kemampuan perguruan tinggi untuk melaksanakan otonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dievaluasi oleh Menteri
Catatan: Dinilai bertentangan antara Ayat (1) yang menyebut perguruan tinggi memiliki otonomi, tetapi di Ayat (3) otonomi dievaluasi oleh Menteri.
Sementara itu, Ketua Aptisi Edy Suandi Hamid menyebutkan, dalam sejumlah materi yang diatur, terutama terkait otonomi perguruan tinggi, masih menunjukkan besarnya intervensi menteri terhadap PT. Saat dihubungi Kompas.com, Jumat (13/7/2012) pagi, Edy menekankan, pihaknya masih akan melakukan kajian dan mempelajari draf terbaru RUU PT yang disahkan hari ini.
Perguruan tinggi asing
Selain itu, materi mengenai pendirian PT asing di Indonesia, juga menjadi salah satu materi yang paling menuai kritik tajam. UU PT mengizinkan pendirian perguruan tinggi asing di Indonesia. PT asing yang beroperasi di Indonesia harus terakreditasi di negaranya. Selain itu, wajib bekerja sama dengan perguruan tinggi di Indonesia serta mengikutsertakan dosen dan tenaga kependidikan warga negara Indonesia.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan M Nuh mengatakan, akan mengeluarkan Peraturan Mendikbud yang mengatur perguruan tinggi asing. Dalam Permendikbud itu juga diatur mengenai lokasi perguruan tinggi asing dapat beroperasi dan program studi yang dapat diselenggrakan di perguruan tinggi itu.
Menjelang disahkan, penolakan dan kritik atas draf RUU juga masih terus dilayangkan. Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (Aptisi) bahkan mengancam akan mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi jika pemerintah tetap mengesahkan RUU PT pada bulan Juli ini. Sekjen Aptisi Suyatno menilai, materi yang termuat dalam RUU PT belum berpihak pada masyarakat dan belum mengakomodasi masukan dari perguruan tinggi swasta (PTS). Dalam draf RUU PT versi 26 Juni 2012, menurutnya, masih terdapat banyak pasal yang kontroversial.
Pasal kontroversial
Beberapa dari pasal yang kontroversial itu, kata Suyatno, perlu dihapus dan direvisi karena menimbulkan dikotomis dan ketidakadilan dalam mendudukkan posisi perguruan tinggi negeri (PTN) dan perguruan tinggi swasta (PTS).
Mengutip catatan Litbang Kompas, terdapat empat pasal kontroversial dalam RUU Pendidikan Tinggi, yaitu:
Pasal 9 - terdiri dari 4 ayat (sebelumnya Pasal 10 di RUU PT versi 4 April 2012)
Ayat 2: Kebebasan mimbar akademik merupakan wewenang profesor dan/atau dosen yang memiliki otoritas dan wibawa ilmiah untuk menyatakan secara terbuka dan bertanggung jawab mengenai sesuatu yang berkenaan dengan rumpun ilmu dan cabang ilmunya.
Ayat 4: Ketentuan lebih lanjut tentang sivitas akademika, rumpun, dan cabang ilmu sebagaimana dimaksud pada ayat 2 diatur dengan Peraturan Menteri
Catatan: Rumpun ilmu semestinya diserahkan ke perguruan tinggi yang dianggap lebih tahu, bukan negara.
Pasal 16 - terdiri dari 3 ayat (sebelumnya Pasal 34 di RUU PT versi 4 April 2012)
Ayat 1: Kurikulum pendidikan tinggi dikembangkan oleh setiap Perguruan Tinggi dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan Tinggi untuk setiap program studi yang mencakup pengembangan kecerdasan, intelektual, akhlak mulia, dan keterampilan
Ayat 3: Ketentuan lebih lanjut mengenai kurikulum diatur dalam Peraturan Menteri
Catatan: Seharusnya kurikulum adalah wewenang perguruan tinggi.
Pasal 20 - terdiri dari 6 ayat (sebelumnya Pasal 45 di RUU PT versi 4 April 2012)
Ayat 1: Perguruan Tinggi menyelenggarakan penelitian untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan daya saing bangsa.
Ayat 6: Ketentuan lebih lanjut mengenai penelitian, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kerja sama antar Perguruan Tinggi dan antara Perguruan Tinggi dengan dunia usaha dan dunia industri dalam bidang penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dan pendayagunaan Perguruan Tinggi sebagai pusat penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Peraturan Pemerintah
Catatan: Jika penelitian diatur lewat peraturan menteri, dikhawatirkan independensi perguruan tinggi bakal terkikis.
Pasal 32 - terdiri dari 3 ayat (sebelumnya Pasal 66 di RUU PT versi 4 April 2012)
Ayat 1: Perguruan Tinggi memiliki otonomi untuk mengelola sendiri lembaganya sebagai pusat penyelenggaraan Tridharma.
Ayat 2: Otonomi pengelolaan perguruan tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan dasar dan tujuan serta kemampuan perguruan tinggi.
Ayat 3: Dasar dan tujuan serta kemampuan perguruan tinggi untuk melaksanakan otonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dievaluasi oleh Menteri
Catatan: Dinilai bertentangan antara Ayat (1) yang menyebut perguruan tinggi memiliki otonomi, tetapi di Ayat (3) otonomi dievaluasi oleh Menteri.
Sementara itu, Ketua Aptisi Edy Suandi Hamid menyebutkan, dalam sejumlah materi yang diatur, terutama terkait otonomi perguruan tinggi, masih menunjukkan besarnya intervensi menteri terhadap PT. Saat dihubungi Kompas.com, Jumat (13/7/2012) pagi, Edy menekankan, pihaknya masih akan melakukan kajian dan mempelajari draf terbaru RUU PT yang disahkan hari ini.
Perguruan tinggi asing
Selain itu, materi mengenai pendirian PT asing di Indonesia, juga menjadi salah satu materi yang paling menuai kritik tajam. UU PT mengizinkan pendirian perguruan tinggi asing di Indonesia. PT asing yang beroperasi di Indonesia harus terakreditasi di negaranya. Selain itu, wajib bekerja sama dengan perguruan tinggi di Indonesia serta mengikutsertakan dosen dan tenaga kependidikan warga negara Indonesia.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan M Nuh mengatakan, akan mengeluarkan Peraturan Mendikbud yang mengatur perguruan tinggi asing. Dalam Permendikbud itu juga diatur mengenai lokasi perguruan tinggi asing dapat beroperasi dan program studi yang dapat diselenggrakan di perguruan tinggi itu.
"Tidak bisa seenaknya
membuka di manapun, ada wilayah dan jurusan tertentu. Misalnya, program studi
yang belum bisa kita buka karena membutuhkan investasi besar," ujarnya,
Kamis (12/7/2012) malam, saat pembahasan final draf RUU PT.
Ancaman?
Mantan Rektor Universitas Diponegoro Semarang Eko Budihardjo menilai, dari sisi substansi, RUU PT memiliki banyak kelemahan. RUU, misalnya, tidak mengakomodasi pentingnya pemerataan pendidikan.
”Padahal, untuk kondisi pendidikan di Indonesia yang sangat beragam, pemerataan pendidikan harus menjadi prioritas,” ujar Eko Budihardjo.
Ancaman?
Mantan Rektor Universitas Diponegoro Semarang Eko Budihardjo menilai, dari sisi substansi, RUU PT memiliki banyak kelemahan. RUU, misalnya, tidak mengakomodasi pentingnya pemerataan pendidikan.
”Padahal, untuk kondisi pendidikan di Indonesia yang sangat beragam, pemerataan pendidikan harus menjadi prioritas,” ujar Eko Budihardjo.
Selain itu, perguruan tinggi
swasta ataupun negeri, menurutnya, jangan hanya terdorong untuk mengejar
peringkat dunia. Perguruan tinggi harus mengarahkan lulusannya agar mampu
mengelola sumber daya alam di Indonesia serta mampu memecahkan persoalan yang
terjadi di masyarakat.
Sejumlah elemen masyarakat yang tergabung dalam Komnas Pendidikan dengan tegas menyatakan penolakan terhadap RUU PT. Komnas Pendidikan menilai, RUU PT merupakan bentuk legitimasi pemerintah untuk mempertahankan sistem ekonomi, politik yang antirakyat. Ketentuan dalam RUU ini justru membuat pendidikan semakin kehilangan arah, komersil dan tidak berpihak pada rakyat.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan M Nuh mengungkapkan, RUU PT justru memuat sejumlah inisiatif baru yang dapat diterapkan pada tahun akademik 2012-2013. Misalnya, kebijakan mengenai program master terapan dan community college.
Nuh juga mengungkapkan, dengan disahkannya RUU PT, maka bantuan operasional perguruan tinggi negeri (BO PTN) dapat segera dimasukkan dalam Rancangan APBN yang saat ini tengah disusun oleh Kemdikbud.
"Dengan adanya pengesahan ini maka kebijakan seperti BO PTN punya cantolan yang lebih kuat. Itu contoh sederhana dan saya tak melihat ada masalah dalam RUU PT ini," kata Nuh.
Pengesahan RUU PT, tambah Nuh, akan memberikan kepastian hukum pada semua perguruan tinggi yang berstatus badan hukum milik negara (BHMN). Sesuai ketentuan, masa transisi perguruan tinggi BHMN akan berakhir di pengujung tahun ini.
Harapan
Meski awalnya sempat menyatakan penolakan, Edy Suandi Hamid mengatakan, Aptisi meghargai kerja keras Pemerintah dan DPR dalam menyelesaikan RUU ini. Ia mengatakan, sikap Aptisi akan ditentukan setelah melakukan kajian dan mempelajari substansi final RUU Pendidikan Tinggi. Akan tetapi, ia berharap, ke depannya Pemerintah dan DPR bisa menyerap aspirasi yang berkembang sepanjang pembahasan RUU ini.
"Untuk yang akan datang, kalau ada pembahasan UU atau peraturan yang berimplikasi luas, sebaiknya melibatkan seluruh stake holder dalam satu tim," kata Edy.
Dalam pembahasan RUU PT, menurutnya, kalangan PTS sangat minim pelibatannya. "Kalau dibentuk sebuah tim yang ikut terlibat dalam pembahasan, akan ada rasa memiliki," ujarnya.
Anggota Komisi X Rohmani memprediksi, setelah diketok palu, UU ini rawan digugat karena pasal-pasalnya belum diuji publik. Apakah usia UU PT akan sepanjang lamanya waktu pembahasan? Hanya waktu yang bisa menjawabnya.
Sejumlah elemen masyarakat yang tergabung dalam Komnas Pendidikan dengan tegas menyatakan penolakan terhadap RUU PT. Komnas Pendidikan menilai, RUU PT merupakan bentuk legitimasi pemerintah untuk mempertahankan sistem ekonomi, politik yang antirakyat. Ketentuan dalam RUU ini justru membuat pendidikan semakin kehilangan arah, komersil dan tidak berpihak pada rakyat.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan M Nuh mengungkapkan, RUU PT justru memuat sejumlah inisiatif baru yang dapat diterapkan pada tahun akademik 2012-2013. Misalnya, kebijakan mengenai program master terapan dan community college.
Nuh juga mengungkapkan, dengan disahkannya RUU PT, maka bantuan operasional perguruan tinggi negeri (BO PTN) dapat segera dimasukkan dalam Rancangan APBN yang saat ini tengah disusun oleh Kemdikbud.
"Dengan adanya pengesahan ini maka kebijakan seperti BO PTN punya cantolan yang lebih kuat. Itu contoh sederhana dan saya tak melihat ada masalah dalam RUU PT ini," kata Nuh.
Pengesahan RUU PT, tambah Nuh, akan memberikan kepastian hukum pada semua perguruan tinggi yang berstatus badan hukum milik negara (BHMN). Sesuai ketentuan, masa transisi perguruan tinggi BHMN akan berakhir di pengujung tahun ini.
Harapan
Meski awalnya sempat menyatakan penolakan, Edy Suandi Hamid mengatakan, Aptisi meghargai kerja keras Pemerintah dan DPR dalam menyelesaikan RUU ini. Ia mengatakan, sikap Aptisi akan ditentukan setelah melakukan kajian dan mempelajari substansi final RUU Pendidikan Tinggi. Akan tetapi, ia berharap, ke depannya Pemerintah dan DPR bisa menyerap aspirasi yang berkembang sepanjang pembahasan RUU ini.
"Untuk yang akan datang, kalau ada pembahasan UU atau peraturan yang berimplikasi luas, sebaiknya melibatkan seluruh stake holder dalam satu tim," kata Edy.
Dalam pembahasan RUU PT, menurutnya, kalangan PTS sangat minim pelibatannya. "Kalau dibentuk sebuah tim yang ikut terlibat dalam pembahasan, akan ada rasa memiliki," ujarnya.
Anggota Komisi X Rohmani memprediksi, setelah diketok palu, UU ini rawan digugat karena pasal-pasalnya belum diuji publik. Apakah usia UU PT akan sepanjang lamanya waktu pembahasan? Hanya waktu yang bisa menjawabnya.
Anggota Komisi X DPR Rohmani
mengatakan, banyak pasal dalam Rancangan Undang-Undang Pendidikan Tinggi (RUU
PT) yang belum diuji publik. Ia menilai, pasal-pasal yang belum diuji publik
ini sangat berpotensi dijadikan alasan untuk mengajukan uji materi terhadap UU
PT.
"Memang ada beberapa perubahan dalam draf RUU PT. Tapi belum sempat diuji publik karena waktu yang terlalu mepet, dan akhirnya berpeluang digugat masyarakat," kata Rohmani, saat ditemui di Gedung DPR, menjelang sidang paripurna pengesahan RUU PT, Jumat (13/7/2012).
Menurutnya, pasal-pasal yang paling menarik perhatian dan berpeluang besar menuai gugatan adalah mengenai dana penelitian. Dalam draf final yang dibahas Panja bersama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kamis (12/7/2012) malam, RUU PT akhirnya mengatur 30 persen dana bantuan operasional perguruan tinggi negeri (BOPTN) dapat digunakan untuk penelitian.
"Padahal kami mengusulkan 2,5 persen dana fungsi pendidikan tinggi digunakan sebagai dana penelitian. Tapi akhirnya dana penelitian hanya diambil dari BOPTN," ujarnya.
PTS minim perhatian
Hal lainnya, kata dia, adalah perguruan tinggi swasta yang belum mendapatkan perhatian lebih. Walau banyak perubahan, tetapi hak PTS tidak mengalami perbaikan secara signifikan.
"Posisi PTS tidak diperhatikan lebih baik dari saat ini, sama saja dan tidak terlalu signifikan," ujar Rohmani.
Seperti diberitakan, rencananya hari ini RUU PT akan disahkan setelah sebelumnya dicapai kesepakatan antara pemerintah dan Komisi X DPR. Dalam RUU PT terdapat 12 bab dan 100 pasal.
"Memang ada beberapa perubahan dalam draf RUU PT. Tapi belum sempat diuji publik karena waktu yang terlalu mepet, dan akhirnya berpeluang digugat masyarakat," kata Rohmani, saat ditemui di Gedung DPR, menjelang sidang paripurna pengesahan RUU PT, Jumat (13/7/2012).
Menurutnya, pasal-pasal yang paling menarik perhatian dan berpeluang besar menuai gugatan adalah mengenai dana penelitian. Dalam draf final yang dibahas Panja bersama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kamis (12/7/2012) malam, RUU PT akhirnya mengatur 30 persen dana bantuan operasional perguruan tinggi negeri (BOPTN) dapat digunakan untuk penelitian.
"Padahal kami mengusulkan 2,5 persen dana fungsi pendidikan tinggi digunakan sebagai dana penelitian. Tapi akhirnya dana penelitian hanya diambil dari BOPTN," ujarnya.
PTS minim perhatian
Hal lainnya, kata dia, adalah perguruan tinggi swasta yang belum mendapatkan perhatian lebih. Walau banyak perubahan, tetapi hak PTS tidak mengalami perbaikan secara signifikan.
"Posisi PTS tidak diperhatikan lebih baik dari saat ini, sama saja dan tidak terlalu signifikan," ujar Rohmani.
Seperti diberitakan, rencananya hari ini RUU PT akan disahkan setelah sebelumnya dicapai kesepakatan antara pemerintah dan Komisi X DPR. Dalam RUU PT terdapat 12 bab dan 100 pasal.
0 komentar:
Posting Komentar