Posisi menentukan prestasi Dan Prestasi menetukan Posisi

Sabtu, 12 November 2011

Dewan Buka Pengaduan Mafia Anggaran

Solmadapar menduga kebocoran keuangan daerah ratusan miliar rupiah akibat ulah mafia anggaran. Belum ada solusi cegah kebocoran terulang. Mampukah elemen mahasiswa, LSM dan masyarakat membongkar jaringan mafia anggaran?

PONTIANAK – Dugaan mafia anggaran yang dilontarkan Solidaritas Mahasiswa dan Pemuda Pengemban Amanat Rakyat (Solmadapar) dalam demonstrasi beberapa waktu lalu di DPRD Kalbar mendapat respons konkret. Komisi A lembaga tersebut siap menerima laporan pengaduan.
“Harus jelas definisi mafia anggaran di Kalbar seperti apa karena sulit mendapatkan fakta-fakta. Mainannya rapi. Kami bersedia menerima laporan,” kata H Retno Pramudya SHMH, Ketua Komisi A DPRD Kalbar kepada Equator, Minggu (10/10).
Retno meminta kepada mahasiswa, LSM dan masyarakat yang mengetahui adanya praktik mafia anggaran untuk memberikan laporan kepada Komisi A yang membidangi hukum dan pemerintahan. “Tapi dengan cara yang santun dan beretika,” ujar dia.
Komisi A, kata Retno, akan melaporkannya langsung ke aparat penegak hukum. “Sebutkan saja orang-orang yang terlibat. Apakah dari pihak pengusaha, eksekutif maupun anggota Dewan yang terlibat. Tetapi harus didukung bukti dan fakta yang benar, bukan fitnah,” tegas Retno.
Politisi daerah pemilihan Sanggau-Sekadau ini menambahkan, pihaknya sangat mendukung langkah-langkah tersebut jika langkah itu nantinya benar-benar bertujuan untuk mencegah terjadinya kebocoran anggaran. Mengingat temuan BPK RI Perwakilan Kalbar sebesar Rp 156 miliar itu tidak sedikit.
“Kita sangat mendukung, dan kita juga minta kepada pemerintah provinsi untuk menindaklanjuti secara serius rekomendasi Pansus LHP yang sudah disampaikan dalam paripurna belum lama ini. Dan juga rekomendasi BPK yang belum seluruhnya diselesaikan terkait kerugian daerah itu,” kata Retno.
Sementara itu, anggota Badan Anggaran DPRD Kalbar, Ary Pudyanti memberi apresiasi terhadap kepedulian Solmadapar melalui demonstrasi yang dilakukan di gedung wakil rakyat belum lama ini. Namun, dirinya berpendapat konteks permasalahan yang dibawa disesuaikan dengan kondisi daerah.
Bukan mengusung isu seperti yang terjadi di pusat. Menurut legislator Partai Demokrat ini, isu yang terjadi di pusat belum tentu terjadi di daerah. Seperti isu mafia anggaran, Ary juga mempertanyakan definisi mafia anggaran yang dimaksudkan Solmadapar.
“Mafia anggaran seperti apa yang dimaksud Solmadapar. Harus jelas dulu pemahamannya. Jangan main tuduh tanpa bukti dan fakta-fakta hukum. Belum tentu anggota DPRD yang berhasil memperjuangkan pos anggaran adalah mafia anggaran,” tegas dia.
Ary menambahkan, bisa saja program yang dialokasikan di APBD itu hasil perjuangan DPRD terhadap aspirasi masyarakat ketika reses. Karena, pada kesempatan reses banyak aspirasi masyarakat dan itu harus diperjuangkan dan direalisasikan melalui dana APBD.
Meski demikian, dirinya mendorong jika Solmadapar dapat membuktikan adanya praktik mafia anggaran di tingkat provinsi itu.
Sebelumnya, Ary juga menyarankan agar di DPRD Kalbar membentuk Badan Akuntabilitas Keuangan Daerah seperti yang ada di DPR RI. Badan itu nantinya dapat dibantu oleh akuntan, ahli, analis keuangan dan peneliti. Badan itu ditetapkan sebagai alat kelengkapan dewan yang bersifat tetap.
Seperti diketahui, Solmadapar berunjuk rasa ketika paripurna pandangan umum Fraksi-Fraksi di DPRD Kalbar terhadap perubahan APBD 2010 dalam paripurna di Balairung Sari DPRD Kalbar, Selasa (4/9). Aksi menuntut penegak hukum membongkar mafia anggaran di provinsi itu menyusul temuan BPK RI Perwakilan Kalbar terhadap kerugian keuangan pada Pemprov Kalbar sebesar Rp 156 miliar dan temuan nilai aset yang tidak dapat diyakini kewajarannya. (jul)

0 komentar:

Posting Komentar