Posisi menentukan prestasi Dan Prestasi menetukan Posisi

Senin, 25 Juni 2012

Asuhan Keperawatan Muskulosletal


BAB I
PENDAHULUAN

A.     LATAR BELAKANG
                Amputasi berasal dari kata “amputare” yang kurang lebih diartikan “pancung”. Amputasi dapat diartikan sebagai tindakan memisahkan bagian tubuh sebagian atau seluruh bagian ekstremitas. Tindakan ini merupakan tindakan yang dilakukan dalam kondisi pilihan terakhir manakala masalah organ yang terjadi pada ekstremitas sudah tidak mungkin dapat diperbaiki dengan menggunakan teknik lain, atau manakala kondisi organ dapat membahayakan keselamatan tubuh klien secara utuh atau merusak organ tubuh yang lain seperti dapat menimbulkan komplikasi infeksi. Kegiatan amputasi merupakan tindakan yang melibatkan beberapa sistem tubuh seperti sistem integumen, sistem persyarafan, sistem muskuloskeletal dan sisten cardiovaskuler. Lebih lanjut ia dapat menimbulkan masalah psikologis bagi klien atau keluarga berupa penurunan citra diri dan penurunan produktifitas.

B.      TUJUAN
1.        Tujuan Umum :
Mahasiswa mampu memahami pentingnya mengidentifikasi masalah keperawatan tentang amputasi.
2.      Tujuan Khusus :
·        Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian amputasi.
·        Mahasiswa mampu menjelaskan etiologi amputasi.
·        Mahasiswa mampu menjelaskan manifestasi klinik.
·        Mahasiswa mampu menjelaskan klasifikasi amputas.
·        Mahasiswa mampu menjelaskan manajemen keperawatan amputasi (pre dan post operasi).
·        Mahasiswa mampu menjelaskan diagnosa dan rencana keperawatan pada pasien amputasi.
C.     METODE PENULISAN
                Dalam penulisan makalah ini penulis menggunakan metode kepustakaan. Selain itu, mendapatkan tambahan materi dari media elektronik yaitu internet untuk melengkapi pembuatan makalah ini.



























BAB II
PEMBAHASAN MATERI

A.      ANATOMI FISIOLOGI
                Tulang membentuk rangka penujnjang dan pelindung bagi tubuh dan tempat untuk melekatnya otot-otot yang menggerakkan kerangka tubuh. Ruang di tengah tulang-tulang tertentu berisi jaringan hematopoetik, yang membentuk berbagai sel darah. Tulang juga merupakan tempat primer untuk menyimpan dan mengatur kalsium dan fosfat.
                Komponen-komponen utama dari jaringan tulang adalah mineral-mineral dan jaringan organic (kolagen dan proteoglikan). Kalsium dan fosfat membentuk suatu kristal garam (hidroksiapatit), yang tertimbun pada matriks kolagen dan proteoglikan. Matriks organik tulang disebut juga sebagai suatu osteoid. Sekitar 70% dari oeteoid adalah kolagen tipe I yang kaku dan memberikan ketegaran tinggi pada tulang. Materi organik lain yang juga menyusun tulang berupa proteoglikan seperti asam hialuronat.
                Jaringan tulang dapat berbentuk anyaman atau lamelar. Tulang yang berbentuk anyaman terlihat saat pertumbuhan cepat, seperti sewaktu perkembangan janin atau sesudah terjadinya patah tulang, selanjutnya keadaan ini akan diganti oleh tulang yang lebih dewasa yang berbentuk lamelar. Pada orang dewasa, tulang anyaman ditemukan pada inserasi ligamentum atau tendon. Tumor osteosarkoma terdiri dari ulang anyaman.
                Bagian-bagian khas dari sebuah tulang panjang. Diafisis atau batang, adalah bagian engah tulang yang berbentuk silinder. Bagian ini tersusun dari tulang kortikal yang memiliki kekuatan besar. Metafisis adalah bagian tulang yang melebar didekat ujung akhir batang. Daerah ini terutama disusun oleh ulang trabekular atau tulang spongiosa yang mengandung sumsum merah. Sumsum merah juga terdapat di bagian epifisis dan diafisis tulang. Pada anak-anak, sumsum merah mengisi sebagia besa bagian dalam dari tulang panjang, teapi kemudian diganti oleh sumsum kuning siring dengan semakin dewasanya anak tersebut. Lempeng epifisis adalah daerah pertumbuhan longitudinal pada anak-anak. Bagian ini akan menghilang pada tulang dewasa. Bagian epifisis yang letaknya dekat sendi ulang panjang bersatu dengan metafisis sehingga pertumbuhan memanjang tulang terhenti.
                Tulang adalah suatu jaringan dinamis yang tersusun dari tiga jenis sel : Osteoblas, osteosit, dan osteoklas. Osteoblas membangun tulang dengan membentuk kolagen tipe I dan proteoglikan sebagai matriks tulang atau jaringan osteoid melalui suatu proses yang disebut osifikasi. Ketika sedang aktif menghasilkan jaringan osteoid, osteoblas mensekresikan sejumlah besar fosfatase alkali, yang mengandung peranan penting dalam mengendapkan kalsium dan fosfat ke dalam matriks tulang. Sebagian dari fosfatse alkali akan memasuki aliran darah, dengan demikian maka kadar fosfatase alkali di dalam darah dapat menjadi indikator yang baik tentang tingkat pembentukan tulang setelah mengalami patah tulang atau pada kasus metastasis kanker tulang. Osteosit adalah sel-sel tulang dewasa yang bertindak sebagai suatu lintasa untuk pertukaran kimiawi melalui tulang yang padat. Osteoklas adalah sel-sel besar berinti banyk yang memungkinkan mineral dan matriks tulang dapat diabsorpsisteoklas mengikis tulang.

B.      PENGERTIAN AMPUTASI
                Amputasi berasal dari kata “amputare” yang kurang lebih diartikan “pancung”. Amputasi dapat diartikan sebagai tindakan memisahkan bagian tubuh sebagian atau seluruh bagian ekstremitas. Tindakan ini merupakan tindakan yang dilakukan dalam kondisi pilihan terakhir manakala masalah organ yang terjadi pada ekstremitas sudah tidak mungkin dapat diperbaiki dengan menggunakan teknik lain, atau manakala kondisi organ dapat membahayakan keselamatan tubuh klien secara utuh atau merusak organ tubuh yang lain seperti dapat menimbulkan komplikasi infeksi.
                Kegiatan amputasi merupakan tindakan yang melibatkan beberapa sistem tubuh seperti sistem integumen, sistem persyarafan, sistem muskuloskeletal dan sisten cardiovaskuler. Labih lanjut ia dapat menimbulkan madsalah psikologis bagi klien atau keluarga berupa penurunan citra diri dan penurunan produktifitas.

C.     ETIOLOGI / FAKTOR PREDISPOSISI TERJADINYA AMPUTASI
1.        Fraktur multiple organ tubuh yang tidak mungkin dapat diperbaiki.
2.      Kehancuran jaringan kulit yang tidak mungkin diperbaiki.
3.       Gangguan vaskuler/sirkulasi pada ekstremitas yang berat.
4.      Infeksi yang berat atau beresiko tinggi menyebar ke anggota tubuh lainnya.
5.       Adanya tumor pada organ yang tidak mungkin diterapi secara konservatif.
6.       Deformitas organ.
7.       Iskemia karena penyakit reskularisasi perifer, biasanya pada orang tua, seperti klien dengan artherosklerosis, Diabetes Mellitus.
8.       Trauma amputasi, bisa diakibatkan karena perang, kecelakaan, thermal injury seperti terbakar, tumor, infeksi, gangguan metabolisme seperti pagets disease dan kelainan kongenital.

D.     KLASIFIKASI AMPUTASI
                Berdasarkan pelaksanaan amputasi, dibedakan menjadi :
1.        Amputasi selektif / terencana
Amputasi jenis ini dilakukan pada penyakit yang terdiagnosis dan mendapat penanganan yang baik serta terpantau secara terus-menerus. Amputasi dilakukan sebagai salah satu tindakan alternatif terakhir.
2.      Amputasi akibat trauma
Merupakan amputasi yang terjadi sebagai akibat trauma dan tidak direncanakan. Kegiatan tim kesehatan adalah memperbaiki kondisi lokasi amputasi serta memperbaiki kondisi umum klien.
3.      Amputasi darurat
Kegiatan amputasi dilakukan secara darurat oleh tim kesehatan. Biasanya merupakan tindakan yang memerlukan kerja yang cepat seperti pada trauma dengan patah tulang multiple dan kerusakan/kehilangan kulit yang luas.

        Jenis amputasi yang dikenal adalah :
1.        Amputasi terbuka
Amputasi terbuka dilakukan pada kondisi infeksi yang berat dimana pemotongan pada tulang dan otot pada tingkat yang sama.
2.      Amputasi tertutup
Amputasi tertutup dilakukan dalam kondisi yang lebih memungkinkan dimana dibuat skaif kulit untuk menutup luka yang dibuat dengan memotong kurang lebih 5 sentimeter dibawah potongan otot dan tulang.
       Setelah dilakukan tindakan pemotongan, maka kegiatan selanjutnya meliputi perawatan luka operasi/mencegah terjadinya infeksi, menjaga kekuatan otot/mencegah kontraktur, mempertahankan intaks jaringan, dan persiapan untuk penggunaan protese (mungkin ).
       Berdasarkan pada gambaran prosedur tindakan pada klien yang mengalami amputasi maka perawat memberikan asuhan keperawatan pada klien sesuai dengan kompetensinya.

E.      PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1.        Pre operasi :
a.       CBC : dilakukan untuk mengukur WBC,  hemoglobin dan hematokrit.
b.       Kadar asam serum : ditunjukkan untuk mengkaji pasien yang mengalami gannguan kseseimbangan cairan
c.       Waktu pembekuan di order : untuk mengetahui penggumpalan darah
d.       Analisa urin : digunakan untuk mendeteksi adanya sel darah merah, darah putih atau protein yang mungkin mengindikasikan protein
e.       Elektrokardiogram : untuk mengkaji jantung terhadap tanda- tanda luka atau iskemik
f.         X-rays : dada membantu mengidentifikasi adanya ineksi di paru seperti pneumonia.
2.      Post operasi :
a.       CBC : penurunan darah yang tiba-tiba menandakan hemoragi dan peningkatan sel darah puih yang tiba- tiba mengidentifikasikan adanya infeksi.
b.       Kimia darah : ukuran elektrolit dan pengisian cairan seimbang , selama operasi klien sering menerima cairan iv.

F.      KOMPLIKASI AMPUTASI
                Meliputi:
    1. Perdarahan
Karena ada pembuluh darah besar yang dipotong, dapat terjadi perdarahan massif.
    1. Infeksi
Infeksi merupakan infeksi pada semua pembedahan dengan peredaran darah buruk atau kontaminasi luka setelah amputasi traumatic, risiko infeksi meningkat.
    1. Kerusakan kulit
Penyembuhan luka yang buruk dan iritasi akibat protesis dapat menyebabkan kerusakan kulit.
c.       Doppler
G.     DAMPAK MASALAH TERHADAP SISTEM TUBUH
Adapun pengaruhnya meliputi :
1.        Kecepatan metabolisme
Jika seseorang dalam keadaan immobilisasi maka akan menyebabkan penekanan pada fungsi simpatik serta penurunan katekolamin dalam darah sehingga menurunkan kecepatan metabolisme basal.
2.      Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
Adanya penurunan serum protein tubuh akibat proses katabolisme lebih besar dari anabolisme, maka akan mengubah tekanan osmotik koloid plasma, hal ini menyebabkan pergeseran cairan intravaskuler ke luar keruang interstitial pada bagian tubuh yang rendah sehingga menyebabkan oedema. Immobilitas menyebabkan sumber stressor bagi klien sehingga menyebabkan kecemasan yang akan memberikan rangsangan ke hypotalamus posterior untuk menghambat pengeluaran ADH, sehingga terjadi peningkatan diuresis.
3.      Sistem respirasi
a.       Penurunan kapasitas paru
Pada klien immobilisasi dalam posisi baring terlentang, maka kontraksi otot intercosta relatif kecil, diafragma otot perut dalam rangka mencapai inspirasi maksimal dan ekspirasi paksa.
b.      Perubahan perfusi setempat
Dalam posisi tidur terlentang, pada sirkulasi pulmonal terjadi perbedaan rasio ventilasi dengan perfusi setempat, jika secara mendadak maka akan terjadi peningkatan metabolisme (karena latihan atau infeksi) terjadi hipoksia.
c.       Mekanisme batuk tidak efektif
Akibat immobilisasi terjadi penurunan kerja siliaris saluran pernafasan sehingga sekresi mukus cenderung menumpuk dan menjadi lebih kental dan mengganggu gerakan siliaris normal.
4.      Sistem Kardiovaskuler
a.       Peningkatan denyut nadi
Terjadi sebagai manifestasi klinik pengaruh faktor metabolik, endokrin dan mekanisme pada keadaan yang menghasilkan adrenergik sering dijumpai pada pasien dengan immobilisasi.
b.      Penurunan cardiac reserve
Dibawah pengaruh adrenergik denyut jantung meningkat, hal ini mengakibatkan waktu pengisian diastolik memendek dan penurunan isi sekuncup.
c.       Orthostatik Hipotensi
Pada keadaan immobilisasi terjadi perubahan sirkulasi perifer, dimana anterior dan venula tungkai berkontraksi tidak adekuat, vasodilatasi lebih panjang dari pada vasokontriksi sehingga darah banyak berkumpul di ekstremitas bawah, volume darah yang bersirkulasi menurun, jumlah darah ke ventrikel saat diastolik tidak cukup untuk memenuhi perfusi ke otak dan tekanan darah menurun, akibatnya klien merasakan pusing pada saat bangun tidur serta dapat juga merasakan pingsan.
5.      Sistem Muskuloskeletal
a.       Penurunan kekuatan otot
Dengan adanya immobilisasi dan gangguan sistem vaskuler memungkinkan suplai O2 dan nutrisi sangat berkurang pada jaringan, demikian pula dengan pembuangan sisa metabolisme akan terganggu sehingga menjadikan kelelahan otot.
b.      Atropi otot
Karena adanya penurunan stabilitas dari anggota gerak dan adanya penurunan fungsi persarafan. Hal ini menyebabkan terjadinya atropi dan paralisis otot.
c.       Kontraktur sendi
Kombinasi dari adanya atropi dan penurunan kekuatan otot serta adanya keterbatasan gerak.
d.      Osteoporosis
Terjadi penurunan metabolisme kalsium. Hal ini menurunkan persenyawaan organik dan anorganik sehingga massa tulang menipis dan tulang menjadi keropos.
6.      Sistem Pencernaan
a.       Anoreksia
Akibat penurunan dari sekresi kelenjar pencernaan dan mempengaruhi sekresi kelenjar pencernaan dan mempengaruhi perubahan sekresi serta penurunan kebutuhan kalori yang menyebabkan menurunnya nafsu makan.
b.       Konstipasi
Meningkatnya jumlah adrenergik akan menghambat pristaltik usus dan spincter anus menjadi kontriksi sehingga reabsorbsi cairan meningkat dalam colon, menjadikan faeces lebih keras dan orang sulit buang air besar.
7.      Sistem perkemihan
Dalam kondisi tidur terlentang, renal pelvis ureter dan kandung kencing berada dalam keadaan sejajar, sehingga aliran urine harus melawan gaya gravitasi, pelvis renal banyak menahan urine sehingga dapat menyebabkan :
a.       Akumulasi endapan urine di renal pelvis akan mudah membentuk batu ginjal.
b.       Tertahannya urine pada ginjal akan menyebabkan berkembang biaknya kuman dan dapat menyebabkan ISK.
8.      Sistem integumen
Tirah baring yang lama, maka tubuh bagian bawah seperti punggung dan bokong akan tertekan sehingga akan menyebabkan penurunan suplai darah dan nutrisi ke jaringan. Jika hal ini dibiarkan akan terjadi ischemia, hyperemis dan akan normal kembali jika tekanan dihilangkan dan kulit dimasase untuk meningkatkan suplai darah.


BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A.     PENGKAJIAN
            Kegiatan keperawatan yang dilakukan pada klien dapat dibagi dalam tiga tahap yaitu pada tahap preoperatif, tahap intraoperatif, dan pada tahap postoperatif.
a.       Pre Operatif
        Pada tahap pre operatif, tindakan keperawatan lebih ditekankan pada upaya untuk mempersiapkan kondisi fisik dan psikologis klien dalam menghadapi kegiatan operasi.
        Pada tahap ini, perawat melakukan pengkajian yang berkaitan dengan kondisi fisik, khususnya yang berkaitan erat dengan kesiapan tubuh untuk menjalani operasi. Pengkajian data dasar :
a.       Identitas
Nama , umur , jenis kelamin, agama , pendidikan , status.
b.       Riwayat kesehatan
Keluhan utama :
-         keluhan saat pertama kali masuk rumah sakit
Riwayat kesehatan sekarang :
-         Apakah pasien tersebut di amputasi karena ada riwayat diabetes mellitus/ tidak.
Riwayat kesehatan dahulu:
-         Apakah klien pernah dulu menderita diabetes mellitus.
Riwayat kesehatan keluarga:
-         Apakah ada keluarga pasien yang menderita diabetes melitus sebelumnya .
Berikut adalah hal-hal yang dilakukan dalam pengkajian sebelum pembedahan :
1)       Pengkajian Riwayat Kesehatan
Perawat memfokuskan pada riwayat penyakit terdahulu yang mungkin dapat mempengaruhi resiko pembedahan seperti adanya penyakit diabetes mellitus, penyakit jantung, penyakit ginjal dan penyakit paru. Perawat juga mengkaji riwayat penggunaan rokok dan obat-obatan.
2)     Pengkajian Fisik
                Pengkajian fisik dilaksanakan untuk meninjau secara umum kondisi tubuh klien secara utuh untuk kesiapan dilaksanakannya tindakan operasi manakala tindakan amputasi merupakan tindakan terencana / selektif, dan untuk mempersiapkan kondisi tubuh sebaik mungkin manakala merupakan trauma/ tindakan darurat. Kondisi fisik yang harus dikaji meliputi :
SISTEM TUBUH
KEGIATAN
Integumen :
Kulit secara umum

Lokasi amputasi

Mengkaji kondisi umum kulit untuk meninjau tingkat hidrasi.
Lokasi amputasi mungkin mengalami keradangan akut atau kondisi semakin buruk, perdarahan atau kerusakan progesif. Kaji kondisi jaringan diatas lokasi amputasi terhadap terjadinya stasis vena atau gangguan venus return.
Sistem Cardiovaskuler :
Cardiac reserve


Pembuluh darah

Mengkaji tingkat aktivitas harian yang dapat dilakukan pada klien sebelum operasi sebagai salah satu indikator fungsi jantung.
Mengkaji kemungkinan atherosklerosis melalui penilaian terhadap elastisitas pembuluh darah.
Sistem Respirasi
Mengkaji kemampuan suplai oksigen dengan menilai adanya sianosis, riwayat gangguan nafas.
Sistem Urinari
Mengkaji jumlah urine 24 jam.
Menkaji adanya perubahan warna, BJ urine.
Cairan dan elektrolit
Mengkaji tingkat hidrasi.
Memonitor intake dan output cairan.
Sistem Neurologis
Mengkaji tingkat kesadaran klien.
Mengkaji sistem persyarafan, khususnya sistem motorik dan sensorik daerah yang akan diamputasi.
Sistem Mukuloskeletal
Mengkaji kemampuan otot kontralateral.
3)     Pengkajian Psikologis, Sosial, Spiritual
             Disamping pengkajian secara fisik perawat melakukan pengkajian pada kondisi psikologis (respon emosi) klien yaitu adanya kemungkinan terjadi kecemasan pada klien melalui penilaian klien terhadap amputasi yang akan dilakukan, penerimaan klien pada amputasi dan dampak amputasi terhadap gaya hidup. Kaji juga tingkat kecemasan akibat operasi itu sendiri. Disamping itu juga dilakukan pengkajian yang mengarah pada antisipasi terhadap nyeri yang mungkin timbul.
             Perawat melakukan pengkajian pada gambaran diri klien dengan memperhatikan tingkat persepsi klien terhadap dirinya, menilai gambaran ideal diri klien dengan meninjau persepsi klien terhadap perilaku yang telah dilaksanakan dan dibandingkan dengan standar yang dibuat oleh klien sendiri, pandangan klien terhadap rendah diri antisipasif, gangguan penampilan peran dan gangguan identitas.
             Adanya gangguan konsep diri antisipasif harus diperhatikan secara seksama dan bersama-sama dengan klien melakukan pemilihan tujuan tindakan dan pemilihan koping konstruktif.
             Adanya masalah kesehatan yang timbul secara umum seperti terjadinya gangguan fungsi jantung dan sebagainya perlu didiskusikan dengan klien setelah klien benar-benar siap untuk menjalani operasi amputasi itu sendiri. Kesadaran yang penuh pada diri klien untuk berusaha berbuat yang terbaik bagi kesehatan dirinya, sehingga memungkinkan bagi perawat untuk melakukan tindakan intervensi dalam mengatasi masalah umum pada saat pre operatif. Asuhan keperawatan pada klien preoperatif secara umum tidak dibahas pada makalah ini.
4)     Laboratorik
             Tindakan pengkajian dilakukan juga dengan penilaian secara laboratorik atau melalui pemeriksaan penunjang lain secara rutin dilakukan pada klien yang akan dioperasi yang meliputi penilaian terhadap fungsi paru, fungsi ginjal, fungsi hepar dan fungsi jantung.
b.      Intra Operatif
      Pada masa ini perawat berusaha untuk tetap mempertahankan kondisi terbaik klien. Tujuan utama dari manajemen (asuhan) perawatan saat ini adalah untuk menciptakan kondisi optimal klien dan menghindari komplikasi pembedahan.
        Perawat berperan untuk tetap mempertahankan kondisi hidrasi cairan, pemasukan oksigen yang adekuat dan mempertahankan kepatenan jalan nafas, pencegahan injuri selama operasi dan dimasa pemulihan kesadaran. Khusus untuk tindakan perawatan luka, perawat membuat catatan tentang prosedur operasi yang dilakukan dan kondisi luka, posisi jahitan dan pemasangan drainage. Hal ini berguna untuk perawatan luka selanjutnya dimasa post operatif.
c.       Post Operatif
      Pada masa post operatif, perawat harus berusaha untuk mempertahankan tanda-tanda vital, karena pada amputasi, khususnya amputasi ekstremitas bawah diatas lutut merupakan tindakan yang mengancam jiwa.
        Perawat melakukan pengkajian tanda-tanda vital selama klien belum sadar secara rutin dan tetap mempertahankan kepatenan jalas nafas, mempertahankan oksigenisasi jaringan, memenuhi kebutuhan cairan darah yang hilang selama operasi dan mencegah injuri.
        Daerah luka diperhatikan secara khusus untuk mengidentifikasi adanya perdarahan masif atau kemungkinan balutan yang basah, terlepas atau terlalu ketat. Selang drainase benar-benar tertutup. Kaji kemungkinan saluran drain tersumbat oleh clot darah.
        Awal masa postoperatif, perawat lebih memfokuskan tindakan perawatan secara umum yaitu menstabilkan kondisi klien dan mempertahankan kondisi optimum klien.
        Perawat bertanggungjawab dalam pemenuhan kebutuhan dasar klien, khususnya yang dapat menyebabkan gangguan atau mengancam kehidupan klien.
        Berikutnya fokus perawatan lebih ditekankan pada peningkatan kemampuan klien untuk membentuk pola hidup yang baru serta mempercepat penyembuhan luka. Tindakan keperawatan yang lain adalah mengatasi adanya nyeri yang dapat timbul pada klien seperti nyeri Panthom Limb dimana klien merasakan seolah-olah nyeri terjadi pada daerah yang sudah hilang akibat amputasi. Kondisi ini dapat menimbulkan adanya depresi pada klien karena membuat klien seolah-olah merasa ‘tidak sehat akal’ karena merasakan nyeri pada daerah yang sudah hilang. Dalam masalah ini perawat harus membantu klien mengidentifikasi nyeri dan menyatakan bahwa apa yang dirasakan oleh klien benar adanya.

B.      DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.      Pre Operatif
                                                        I.            Ansietas b/d kurang pengetahuan tentang peristiwa praoperasi dan pasca operasi.
2.      Post Operatif
                                                        I.            Nyeri  b/d sensasi fantom , insisi bedah sekunder terhadap amputasi.
                                                      II.            Gangguan konsep diri b/d perubahan citra tubuh sekunder tewrhadap amputasi .
                                                   III.            Risiko tinggi terjadi komplikasi b/d amputasi.

C.     INTERVENSI KEPERAWATAN
1)       Pre Operatif
                                                       I.            Ansietas b/d kurang pengetahuan tentang peristiwa praoperasi dan pasca operasi.
Karakteristik penentu :
o    Mengungkapkan rasa takut akan pembedahan.
o   Menyatakan kurang pemahaman.
o    Meminta informasi.
Tujuan : Kecemasan pada klien berkurang.
Kriteria evaluasi :
o   Sedikit melaporkan tentang gugup atau cemas.
o   Mengungkapkan pemahaman tentang operasi.
NO.
INTERVENSI
RASIONAL
1.
Berikan bantuan secara fisik dan psikologis, berikan dukungan moral.
Secara psikologis meningkatkan rasa aman dan rasa saling percaya.
2.
Terangkan prosedur operasi dengan sebaik-baiknya.
Meningkatkan/memperbaiki pengetahuan/persepsi klien.
3.
Atur waktu khusus dengan klien untuk berdiskusi tentang kecemasan klien.
Meningkatkan rasa aman dan memungkinkan klien melakukan komunikasi secara lebih terbuka dan lebih akurat.

                                                     II.            Berduka yang di antipasti b/d kehilangan yang akan di rasakan pada amputasi.
Karakteristik penentu :
o   Mengungkapkan rasa takut kehilangan kemandirian.
o   Takut kecacatan.
o    Rendah diri, menarik diri.
Tujuan : Klien mampu mendemontrasikan kesadaran akan dampak pembedahan pada citra diri.
Kriteria evaluasi :
o   Mengungkapkan perasaan bebas, tidak takut.
o   Menyatakan perlunya membuat penilaian akan gaya hidup yang baru.
NO.
INTERVENSI
RASIONAL
1.
Anjurkan klien untuk mengekspresikan perasaan tentang dampak pembedahan pada gaya hidup.
Mengurangi rasa tertekan dalam diri klien, menghindarkan depresi, meningkatkan dukungan mental.
2.
Berikan informasi yang adekuat dan rasional tentang alasan pemilihan tindakan pemilihan amputasi.
Membantu klien menggapai penerimaan terhadap kondisinya melalui teknik rasionalisasi.
3.
Berikan informasi bahwa amputasi merupakan tindakan untuk memperbaiki kondisi klien dan merupakan langkah awal untuk menghindari ketidakmampuan atau kondisi yang lebih parah.
Meningkatkan dukungan mental.
4.
Fasilitasi untuk bertemu dengan orang dengan amputasi yang telah berhasil dalam penerimaan terhadap situasi amputasi.
Strategi untuk meningkatkan adaptasi terhadap perubahan citra diri.

2)     Post Operatif
I.        Nyeri  b/d insisi bedah sekunder terhadap amputasi.
Karakteristik penentu :
o   Menyatakan nyeri.
o   Merintih, meringis.
        Tujuan : nyeri hilang / berkurang.
        Kriteria evaluasi :
o   Menyatakan nyeri hilang.
o   Ekspresi wajah rileks.
NO.
INTERVENSI
RASIONAL
1.
Evaluasi nyeri : berasal dari sensasi panthom limb atau dari sensasi luka insisi.
Sensai panthom limb memerlukan waktu yang lama untuk sembuh daripada nyeri akibat insisi.
2.
Ajarkan klien memberikan tekanan lembut dengan menempatkan puntung pada handuk dan menarik handuk dengan perlahan.
Mengurangfi nyeri akibat nyeri panthom limb.
3.
Bila terjadi nyeri panthom limb, beri analgesik (kolaboratif).
Untuk menghilangkan nyeri.

                                                     II.            Gangguan konsep diri b/d perubahan citra tubuh sekunder terhadap amputasi.
Karakteristik penentu :
o   Menyatakan berduka tentang kehilangan bagian tubuh.
o   Mengungkapkan negatif tentang tubuhnya.
o   Depresi.
Tujuan : Mendemontrasikan penerimaan diri pada situasi yang baru.
Kriteria evaluasi :
o   Menyatakan penerimaan terhadap penerimaan diri.
o   Membuat rencana untuk melanjutkan gaya hidup.
NO.
INTERVENSI
RASIONAL
1.
Validasi masalah yang dialami klien.
Meninjau perkembangan klien.
2.
Libatkan klien dalam melakukan perawatan diri yang langsung menggunakan putung : perawatan luka, mandi, menggunakan pakaian.
Mendorong antisipasi meningkatkan adaptasi pada perubahan citra tubuh.
3.
Berikan dukungan moral.
Meningkatkan status mental klien.
4.
Hadirkan orang yang pernah amputasi yang telah menerima diri.
Memfasilitasi penerimaan terhadap diri.

                           III.            Risiko tinggi terjadi komplikasi : Infeksi, hemorragi, kontraktur, emboli lemak b/d amputasi.
Karakteristik penentu :
-         Terdapat tanda resiko infeksi, perdarahan berlebih, atau emboli lemak.
Tujuan : tidak terjadi komplikasi.
Kriteria evaluasi : tidak ada infeksi, hemorragi dan emboli lemak.
NO.
INTERVENSI
RASIONAL
1.
Lakukan perawatan luka adekuat.
Mencegah terjadinya infeksi.
2.
Pantau masukan dan pengeluaran cairan.
Menghindari resiko kehilangan cairan dan resiko terjadinya perdarahan pada daerah amputasi.
3.
Pantau tanda-tanda vital tiap 4 jam.
Sebagai monitor status hemodinamik.
4.
Pantau kondisi balutan tiap 4-8 jam.
Indikator adanya perdaraham masif.
5.
Monitor pernafasan.
Memantau tanda emboli lemak sedini mungkin.
6.
Persiapkan oksigen.
Untuk mempercepat tindakan bila sewaktu-waktu dperlukan untuk tindakan yang cepat.
7.
Pertahankan posisi flower atau tetap tirah baring selama beberapa waktu.
Mengurangi kebutuhan oksigen jaringan atau memudahkan pernafasan.

BAB IV
PENUTUP

A.     KESIMPULAN
            Asuhan keperawatan pada klien yang mengalami amputasi merupakan bentuk asuhan kompleks yang melibatkan aspek biologis, spiritual dan sosial dalam proporsi yang cukup besar ke seluruh aspek tersebut perlu benar-benar diperhatikan sebaik-baiknya.
                Tindakan amputasi merupakan bentuk operasi dengan resiko yang cukup besar bagi klien sehingga asuhan keperawatan perioperatif harus benar-benar adekuat untuk mencapai tingkat homeostatis maksimal tubuh. Manajemen keperawatan harus benar-benar ditegagkkan untuk membantu klien mencapai tingkat optimal dalam menghadapi perubahan fisik dan psikologis akibat amputasi.















DAFTAR PUSTAKA

Brunner, Lillian S; Suddarth, Doris S (1986), Manual Of Nursing Practice, 4th Edition, J.B. Lippincott Co. Philadelphia.
Engram, Barbara (1999), Rencana Asuhan Keperawatan Medikal-Bedah, edisi Indonesia, EGC, Jakarta.
Kozier, erb; Oliveri (1991), Fundamentals of Nursing, Concepts, Process and Practice, Addison-Wesley Co. California.
Reksoprodjo, S; dkk (1995), Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Bina Rupa Aksara, Jakarta.
         

0 komentar:

Posting Komentar