Posisi menentukan prestasi Dan Prestasi menetukan Posisi

Senin, 25 Juni 2012

Rematoid


KATA PENGANTAR


Assalamu’alaikum Wr. Wb.

            Segala puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, kekuatan dan kesempatan sehingga kami bisa menyelesaikan makalah klinik medikal bedah III yang berjudul Reemathoid artritis , Gout dan Ostiemelitis
Makalah ini tidak dapat terlaksana sesuai rencana apabila tidak didukung oleh berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini kami tidak lupa mengucapkan  terima kasih kepada Imran. S,Kep Ners  selaku dosen pembimbing kelompok kami dan juga kepada semua pihak sehingga makalah ini dapat diselesaikan.
Kritik, saran sarta pendapat yang bersifat membangun kami harapkan. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua..
Akhir kata semoga segala amal dan perbuatan akan mendapatkan balasan karunia dari Allah SWT. Amin ya rabbal alamin.



Pontianak,   juni 2012


P e n u l i s

DAFTAR ISI

Kata pengantar.................................................................................................................................i
Daftar Isi............................................................................................................................. ii
BAB I           PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang............................................................................................... 1
B.     Tujuan Penulisan............................................................................................ 1
C.     Ruang Lingkup Penulisan............................................................................... 1
D.     Metode Penulisan........................................................................................... 2
E.      Sistematika Penulisan..................................................................................... 2
BAB II          TINJAUAN TEORITIS
A.     Anatomi dan Fisiologi Sistem Muskuloskeletal.....................................................3
B.     Remathoid Artritis ................................................................................................10
C.     Gout.......................................................................................................................16
D.     Ostiomelitis...........................................................................................................20

BAB III         PROSES KEPERAWATAN
A.     Askep Remathoid Artritis.....................................................................................26
B.     Askep  Gout..........................................................................................................38
C.     Askep Ostiomelitis 41
BAB IV        PENUTUP
A.     Kesimpulan...........................................................................................................45
B.     Saran.....................................................................................................................46

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................47


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Pengetahuan tentang asuhan keperawatan muskuloskeleta makin dibutuhkan mahasiswa ataupun perawat selaku pemberi pelayan kesehatan. Pergeseran tingkat pendidikan pada dunia keperawatan di Indonesia menuju ere profesionalisasi menjadikan asuhan keperawatan pada pola asuhan per sistem. Perkembangan asuhan keperawatan sistem muskoskeletal sendiri sejak lama tidak lepas dari bedah ortopedi, suatu disiplin ilmu dari bagian medis yang di Indonesia sekarang ini masih belum dikenal luas oleh masyarakat. Hal ini disebabkan oleh keadaan masih adanya pereanan yang cukup besar dari ahli urut tulang (khususnya di daerah), yaitu lebih dari 25% klien berobat ke ahli urut tulang/dukun patah tanpa memnadang derajat sosial dan pendidikan dan umumnya datang ke rumah sakit setelah timbul penyulit atau penyakit sudah dalam stadium lanjut. Untuk mengantisipasi masalah tersebut, salah satu fungsi dari peranan perawat adalah mensosialisasikan pada masyarakat umum guna mencegah/menghindari hal-hal yang sebenarnya tidak perlu terjadi.
Oleh karena itu, kami menyusun makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan Muskuloskeletal: Rheumatoid Arthritis , Gout dan ostiomelitis“. Dengan harapan sebagai perawat kita mampu memahami konsep penyakit yang dialami klien dengan gangguan sistem Muskuloskeletal, khususnya Rheumatoid Arthritis , Gout dan ostiomelitis, sehingga kita pun mampu memberi asuhan keperawatan yang tepat dan kontrahensif, yang meliputi pengenalan konsep anatomi fisiologi, dan patofisiologi sistem muskuloskeletal, pengkajian untuk menegakkan masalah keperawatan, perencanaan dan tindakan keperawatan, sampai mengevaluasi hasil asuhan keperawatan pada masalah sistem muskuloskeletal.    

B.     Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1.      Untuk memperluas wawasan tentang ilmu Klinik Medikal Bedah III.
2.      Meningkatkan pemahaman asuhan keperawatan pada Rheumatoid Arthritis , Gout dan ostiomelitis
3.      Memenuhi tugas mata kuliah “ Klinik Medikal Bedah III”.

C.    Ruang Lingkup Penulisan
Dalam makalah, penulis ini hanya membahas tentang Rematoid artritis, gout dan ostiomilitis ; yang meliputi, pengertian penyakit, patofisiologi, etiologi, manifestasi klinis, komplikasi, penatalaksanaan serta asuhan keperawatannya.
D.    Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah ini kami mengunakan metode studi kepustakaan yaitu mempelajari buku-buku dan sumber-sumber lainnya untuk mendapatkan dasar-dasar yang menjadi landasan dalam penulisan makalah ini.

E.     Sistematika Penulisan
Tulisan ini terdiri dari 3 (tiga) bab, yaitu :
BAB I         :Berupa bab pendahuluan, yang terdiri dari Latar Belakang, Tujuan
                   Penulisan, Metode Penulisan, Ruang Lingkup dan Sistematika Penulisan.
BAB II                :Berupa bab isi dan penjelasan materi, yang terdiri dari Masalah Rematoid artritis, gout dan ostiomilitis
BAB III    :Pengkajian, Diagnosa Keperawatan, Perencanaan Keperawatan.
BAB IV    :Berupa bab penutup, berisi Kesimpulan, dan Saran.



BAB II
TINJAUAN TEORITIS


A.                ANATOMI FISIOLOGI SISTEM MUSKULOSKELETAL
1.    Anatomi Fisiologi Rangka
[SKE1ATL.BMP]Muskuloskeletal berasal dari kata muscle (otot) dan skeletal (tulang). Rangka (skeletal) merupakan bagian tubuh yang terdiri dari tulang, sendi dan tulang rawan (kartilago), sebagai tempat menempelnya otot dan memungkinkan tubuh untuk mempertahankan sikap dan posisi.

                       Gambar : tulang pada tubuh manusia

Rangka manusia dewasa tersusun dari tulang – tulang (sekitar 206 tulang ) yang membentuk suatu kerangka tubuh yang kokoh. Walaupun rangka terutama tersusun dari tulang, rangka di sebagian tempat dilengkapi dengan kartilago. Rangka digolongkan menjadi rangka aksial, rangka apendikular, dan persendian.
a.    Rangka aksial, melindungi organ-organ pada kepala, leher, dan torso.
1.    Kolumna vertebra
2.    Tengkorak
v Tulang cranial : menutupi dan melindungi otak dan organ-organ panca indera.
v Tulang wajah : memberikan bentuk pada muka dan berisi gigi.
v Tulang auditori : terlihat dalam transmisi suara.
v Tulang hyoid : yang menjaga lidah dan laring.
b.    Rangka apendikular, tulang yang membentuk lengan tungkai dan tulang pectoral serta tonjolan pelvis yang menjadi tempat melekatnya lengan dan tungkai pada rangkai aksial.
c.    Persendian, adalah artikulasi dari dua tulang atau lebih.
Fungsi Sistem Rangka :
1.    Tulang sebagai penyangga (penopang); berdirinya tubuh, tempat melekatnya ligamen-ligamen, otot, jaringan lunak dan organ, juga memberi bentuk pada tubuh.
2.    Pergerakan ; dapat mengubah arah dan kekuatan otot rangka saat bergerak, adanya persendian.
3.    Melindungi organ-organ halus dan lunak yang ada dalam tubuh.
4.    Pembentukan sel darah (hematopoesis / red marrow).
5.    Tempat penyimpanan mineral (kalium dan fosfat) dan lipid (yellow marrow).

Menurut bentuknya tulang dibagi menjadi 4, yaitu :
F Tulang panjang, terdapat dalam tulang paha, tulang lengan atas
F Tulang pendek (carpals) bentuknya tidak tetap dan didalamnya terdiri dari tulang karang, bagian luas terdiri dari tulang padat.
F Tulang ceper yang terdapat pada tulang tengkorak yang terdiri dari 2 tulang karang di sebelah dalam dan tulang padat disebelah luar.
F Bentuk yang tidak beraturan (vertebra) sama seperti tulang pendek.

Struktur Tulang
Dilihat dari bentuknya tulang dapat dibagi menjadi tulang pendek, panjang, tulang berbentuk rata (flat) dan tulang dengan bentuk tidak beraturan. Terdapat juga tulang yang berkembang didalam tendon misalnya tulang patella (tulang sessamoid). Semua tulang memiliki sponge tetapi akan bervariasi dari kuantitasnya.Bagian tulang tumbuh secara longitudinal,bagian tengah disebut epiphyse yang berbatasan dengan metaphysic yang berbentuk silinder.
Vaskularisasi. Tulang merupakan bagian yang kaya akan vaskuler dengan total aliran sekitar 200-400 cc/menit.Setiap tulang memiliki arteri menyuplai darah yang membawa nutrient masuk di dekat pertengahan tulang kemudian bercabang ke atas dan ke bawah menjadi pembuluh darah mikroskopis, pembuluh ini menyuplai korteks, morrow, dan sistem harvest.
Persarafan. Serabut syaraf simpatik dan afferent (sensorik) mempersarafi tulang dilatasi kapiler dan di control oleh saraf simpatis sementara serabut syaraf efferent menstramisikan rangsangan nyeri.
         Pertumbuhan dan Metabolisme Tulang
Setelah pubertas tulang mencapai kematangan dan pertumbuhan maksimal. Tulang merupakan jaringan yang dinamis walaupun demikian pertumbuhan yang seimbang pembentukan dan penghancuran hanya berlangsung hanya sampai usia 35 tahun. Tahun –tahun berikutnya rebsorbsi tulang mengalami percepatan sehigga tulang mengalami penurunan massanya dan menjadi rentan terhadap injury.Pertumbuhan dan metabolisme tulang di pengaruhi oleh mineral dan hormone sebagai berikut :
·      Kalsium dan Fosfor. Tulang mengandung 99% kalsium dan 90% fosfor. Konsentrasi ini selalu di pelihara dalam hubungan terbalik. Apabila kadar kalsium meningkat maka kadar fosfor akan berkurang, ketika kadar kalsium dan kadar fosfor berubah, calsitonin dan PTH bekerja untuk memelihara keseimbangan.
·      Calsitonin di produksi oleh kelenjar tiroid memiliki aksi dalam menurunkan kadar kalsium jika sekresi meningkat di atas normal. Menghambat reabsorbsi tulang dan meningkatkan sekresi fosfor oleh ginjal bila di perlukan.
·      Vit. D. diproduksi oleh tubuh dan di trasportasikan ke dalam darah untuk meningkatkan reabsorbsi kalsium dan fosfor dari usus halus, juga memberi kesempatan untuk aktifasi PHT dalam melepas kalsium dari tulang.

Proses Pembentukan Tulang
Pada bentuk alamiahnya, vitamin D di proleh dari radiasi sinar ultraviolet matahari dan beberapa jenis makanan. Dalam kombinasi denagan kalsium dan fosfor, vitamin ini penting untuk pembentukan tulang.  Vitamin D sebenarnya merupakan kumpulan vitamin-vitamin, termasuk vitamin D2 dan D3. Substansi yang terjadi secara alamiah ialah D3 (kolekalsiferol), yang dihasilkan olehakifitas foto kimia pada kulit ketika dikenai sinar ultraviolet matahari. D3 pada kulit atau makanan diwa ke (liver bound) untuk sebuah alfa – globulin sebagai transcalsiferin,sebagaian substansi diubah menjadi 25 dihidroksi kolekalsiferon atau kalsitriol. Calcidiol kemudian dialirkan ke ginjal untuk transformasi ke dalam metabolisme vitamin D aktif mayor, 1,25 dihydroxycho lekalciferol atau calcitriol. Banyaknya kalsitriol yang di produksi diatur oleh hormone parathyroid (PTH) dan kadar fosfat di dalam darah, bentuk inorganic dari fosfor penambahan produksi kalsitriol terjadi bila kalsitriol meningkat dalam PTH atau pengurangan kadar fosfat dalam cairan darah.
Kalsitriol dibutuhkan untuk penyerapan kalsium oleh usus secara optimal dan bekerja dalam kombinasi dengan PTH untuk membantu pengaturan kalsium darah. Akibatnya, kalsitriol atau pengurangan vitamin D dihasilkan karena pengurangan penyerapan kalsium dari usus, dimana pada gilirannya mengakibatka stimulasi  PHT dan pengurangan,baik itu kadar fosfat maupun kalsium dalam darah.
·      Hormon parathyroid. Saat kadar kalsium dalam serum menurun sekresi hormone parathyroid akan meningkat aktifasi osteoclct dalam menyalurkan kalsium ke dalam darah lebih lanjutnya hormone ini menurunkan hasil ekskresi kalsium melalui ginjal dan memfasilitasi absorbsi kalsium dari usus kecil dan sebaliknya.
·      Growth hormone bertanggung jawab dalam peningkatan panjang tulang dan penentuan matriks tulang yang dibentuk pada masa sebelum pubertas.
·      Glukokortikoid mengatur metabolism protein. Ketika diperlukan hormone ini dapat meningkat atau menurunkan katabolisme untuk mengurangi atau meningkatkan matriks organic. Tulang ini juga membantu dalam regulasi absorbsi kalsium dan fosfor dari usus kecil.
·      Seks hormone estrogen menstimulasi aktifitas osteobalstik dan menghambat hormone paratiroid. Ketika kadar estrogen menurun seperti pada masa menopause, wanita sangat rentan terjadinya massa tulang (osteoporosis).

Persendian
        Persendian dapat diklasifikasikan menurut struktur (berdasarkan ada tidaknya rongga persendian diantara tulang-tulang yang beratikulasi dan jenis jaringan ikat yang berhubungan dengan paersendian tersebut) dan menurut fungsi persendian (berdasarkan jumlah gerakan yang mungkin dilakukan pada persendian).



Gambar. Sendi                                                                                                
Ø Klasifikasi struktural persendian :
ü Persendian fibrosa
ü Persendian kartilago
ü Persendian synovial.

Ø Klasifikasi fungsional persendian :
ü Sendi Sinartrosis atau Sendi Mati
Secara structural, persendian ii dibungkus dengan jaringan ikat fibrosa atau kartilago.
ü Amfiartrosis
Sendi dengan pergerakan terbatas yang memungkinkan terjadinya sedikit gerakan sebagai respon terhadap torsi dan kompresi .
ü Diartrosis
Sendi ini dapat bergerak bebas,disebut juga sendi sinovial.Sendi ini memiliki rongga sendi yang berisi cairan sinovial,suatu kapsul sendi yang menyambung kedua tulang, dan ujung tilang pada sendi sinovial dilapisi kartilago artikular.

Ø Klasifikasi persendian sinovial :
ü Sendi sfenoidal : memungkinkan rentang gerak yang lebih besar,menuju ke tiga arah. Contoh : sendi panggul dan sendi bahu.
ü Sendi engsel : memungkinkan gerakan ke satu arah saja. Contoh : persendian pada lutut dan siku.
ü Sendi kisar : memungkinkan terjadinya rotasi di sekitar aksis sentral.Contoh : persendian antara bagian kepala proximal tulang radius dan ulna.
ü Persendian kondiloid : memungkinkan gerakan ke dua arah di sudut kanan setiap tulang. Contoh : sendi antara tulang radius dan tulang karpal.
ü Sendi pelana : Contoh : ibu jari.
ü Sendi peluru : memungkinkan gerakan meluncur antara satu tulang dengan tulang lainnya. Contoh : persendian intervertebra.

2.        Anatomi Fisiologi Otot.
Otot (muscle) adalah jaringan tubuh yang berfungsi mengubah energi kimia menjadi kerja mekanik sebagai respon tubuh terhadap perubahan lingkungannya. Jaringan otot, yang mencapai 40% -50% berat tubuh,pada umumnya tersusun dari sel-sel kontraktil yang serabut otot. Melalui kontraksi, sel-sel otot menghasilkan pergerakan dan melakukan pekerjaan.
Ø            Fungsi sistem Muskular
ü Pergerakan
ü Penopang tubuh dan mempertahankan postur
ü Produksi panas.

Ø   Ciri – ciri otot
ü  Kontraktilitas
ü  Eksitabilitas
ü  Ekstensibilitas
Ø Klasifikasi Jaringan Otot
Otot diklasifikasikan secara structural berdasarkan ada tidaknya striasi silang (lurik), dan secara fungsional berdasarkan kendali konstruksinya,volunteer (sadar) atau involunter (tidak sadar), dan juga berdasarkan lokasi,seperti otot jantung, yang hanya ditemukan di jantung.
Ø Jenis-jenis Otot
ü Otot rangka adalah otot lurik,volunter, dan melekat pada rangka.
ü Otot polos adalah otot tidak berlurik dan involunter. Jenis otot ini dapat ditemukan pada dinding organ berongga seperti kandung kemih dan uterus, serta pada dinding tuba, seperti pada sistem respiratorik, pencernaan,reproduksi, urinarius, dan sistem sirkulasi darah.
ü Otot jantung adalah otot lurik,involunter, dan hanya ditemukan pada jantung.
http://www.daviddarling.info/images/muscles_human_body_back.jpghttp://www.daviddarling.info/images/muscles_human_body_front.jpg











Gambar. Otot pada tubuh manusia


B.                   REMOTHOID ARTRITIS

1.      Definisi
Arthritis rheumatoid adalah penyakit inflamasi nonbakterial yang bersifat sistemik, progresif, cenderung kronis yang menyerang beberapa sistem organ, dan paling sering ditemukan di sendi. (Arif Muttaqin, 2008;322)
untitledArtritis Reumatoid (AR) adalah kelainan inflamasi yang terutama mengenai mengenai membran sinovial dari persendian dan umumnya ditandai dengan dengan nyeri persendian, kaku sendi, penurunan mobilitas, dan keletihan. (Diane C. Baughman. 2000).





2.      Etiologi
Penyebab Artritis reumatoid masih belum diketahui secara pasti walaupun banyak hal mengenai patologis penyakit ini telah terungkap. Penyakit Artritis reumatoid belum dapat dipastikan mempunyai hubungan dengan factor genetik . namun, berbagai faktor (termasuk kecenderungan genetik) bisa mempengaruhi reaksi antoimun. Faktor – faktor yang berperan antara lain adalah jenis kelamin, infeksi, keturunan dan lingkungan. Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor yang berperan dalam timbulnya penyakit Artritis reumatoid adalah jenis kelamin, keturunan, lingkungan, dan infeksi.
Dari penelitian muntakhir, diketahui pathogenesis Artritis reumatoid dapat terjadi akibat rantai peristiwa imunologis yang terdapat dalam genetik. Terdapat kaitan dengan pertanda genetik seperti HLA-Dw4 dan HLA-DR5 pada orang kulit putih. Namun pada orang amerika berkulit hitam, jepang, dan Indian Chippewa, hanya ditemukan kaitannya dengan HLA-Dw4

3.      Patofisiologi
Pada Artritis reumatoid, reaksi autoimun terutama terjadi pada jaringan synovial. Proses fagositosis  menghasilkan enzim-enzim dalam sendi. Enzim-enzim tersebut akan memecah kolagen sehingga terjadi edema, proliferasi membran synovial, dan akhirnya membentuk panus. Panus akan meghancurkan tulang rawan dan emnimbulkan erosi tulang, akibatnya menghilangkan permukaan sendi yang akan mengalami perubahan generative dengan menghilangnya elastisita otot dan kekuatan kontraksi otot.
Inflamasi mula-mula mengenai sendi-sendi synovial disertai edema, kongesti vascular eksudat fibrin dan inflamasi selular. Peradangan yang berkelanjutan menyebabkan synovial menjadi menebal terutama pada sendi artikular kartilago dari sendi. Pada persendian ini granulasi membentuk pannus atau penutup yang menutupi kartilago. Pannus masuk ke tulang subcondria. Jaringan granulasi menguat karena radang menimbulkan gangguan pada nutrisi kartilago artikuler. Kartilago menjadi nekrosis. Tingkat erosi dari kartilago persendian menentukan tingkat ketidakmampuan sendi. Bila kerusakan kartilago sangat luas maka terjadi adhesi diantara permukaan sendi , karena jaringan fibrosa atau tulang bersatu (akilosis). Kerusakan kartilago dan tulang menyebabkan tendon dan ligament menjadi lemah dan bisa menimbulkan subluksasi atau dislokasi dari persendian. Invasi dari tulang sub condrial bisa menyebabkan osteoporosis setempat. Lamanya rheumatoid arthritis  berbeda pada setiap orang ditandai dengan masa adanya serangan dan tidak adanya serangan. Sementara orang ada yang sembuh dari serangan pertama dan selanjutnya tidak terserang lagi. Yang lain terutama yang mempunyai factor rematoid, gangguan akan menjadi kronis yang progresif. Pada sebagian kecil individu terjadi progresif yang cepat ditandai kerusakan sendi yang terus menerus dan terjadi vaskulitis yang difus.

4.      Pathway

 











Kelemahan fisik
 
                                                                                                                                                                                         













 





5.    Manefitasi Klinik
Adanya beberapa manifestasi klinis yang lazim ditemukan pada klien Artritis reumatoid. Manifestasi ini tidak harus timbul sekaligus pada saat yang bersamaan. Oleh karena penyakit ini memiliki manifestasi klinis yang sangat bervariasi.
·      Gejala – gejala konstitusional, misalnya lelah, anoreksia, berat badan menurun dan demam. Terkadang dapat terjadi kelelahan yang hebat.
·      Poliartritis simetris, terutama pada sendi periper, termasuk sendi – sendi di tangan, namun biasanya tidak melibatkan sendi –sendi interfalangs distal. Hampir semua sendi diartrodial dapat terserang.
·      Kekakuan dipagi hari selama lebih dari satu jam, dapat bersifat generalisata tetapi terutama menyerang sendi – sendi. Kekakuan ini berbeda dengan kekakuan sendi pada osteoartritis, yang biasanya hanya berlangsung selama beberapa menit dan selalu berulang dari satu jam.
·      Artritis erosive, merupakan ciri khas Artritis reumatoid pada gambaran radiologik. Peradangan sendi yang kronik melibatkan erosi di tepi tulang dan dapat dilihat pada radiogram.
Deformitas
Kerusakan dari struktur – struktur penunjang sendi dengan perjalanan penyakit. Dapat terjadi pergeseran urnal atau deviasi jari, subluksasi sendi matakarpofalangenal, deformitas boutonniere, dan leher angsa merupakan beberapa deformitas tangan yang sering dijumpai pada klien. Pada kaki terdapat protrusi (tonjolan) kaput metatarsal yang timbul sekunder dari subluksasi matatersal. Sendi – sendi yang sangat besar juga dapat terangsang dan akan mengalami pengurangan kemampuan begerak terutama dalam melkukan gerakan ekstensi.
Nodul – nodul reumatoid adalah massa subkutan yang ditemukan pada sekitar sepertiga orang dewasa penderita Artritis reumatoid. Lokasi yang paling sering dari doformitas ini adalah bursa olekranon (sendi siku) atau disepanjang permukaan ekstensor dari lengan, walaupun demikian nodul – nodul ini dapat juga timbul pada tempat – tempat lainnya. Adanya nodul – nodul ini biasanya merupakan suatu petunjuk penyakit yang aktif dan lebih barat.


6.      Pemeriksaan diagnostik
Ø  LED
Ø  Protein C-Reaktif :
Ø  Ig M dan G Meningkat
Ø  Sinar x dari sendi yang sakit
Ø  Scan radionuklida : identifikasi peradangan sinosium
Ø  Atroskopi langsung
Ø  Aspirasi cairan sinovial

7.      Pentatalaksanaa

Tujuan utama dari program pengobatan adalah untuk menghilangkan nyeri dan peradangan, mempertahankan fungsi sendi dan kemampuan maksimal dari klien, serta mencegah dan atau memperbaiki deformitas yang terjadi pada sendi. Penatalaksanaan yang sengaja dirancang untuk mencapai tujuan – jutuan itu meliputi pendidikan, istirahat, latihan fisik dan termoterapi, gizi, serta obat – obatan.
Pengobatan harus deberikan secara paripurna, karena penyakit sulit sembuh. Oleh karena itu, pengobatan dapat dimulai secara lebih dini. Klien harus diterangkan mengenai penyakitnya dan diberikan dukungan psikologis. Nyeri dikurangi atau bahkan dihilangkan, reaksi inflamasi harus ditekan, fungsi sendi dipertahankan, dan deformitas dicegah dengan obat antiinflamasi nonsteroid, alat penopang ortopedis, dan latihan terbimbing.
Pada keadaan akut kadang dibutuhkan pemberian steroid atau imunosupresan. Sedangkan, pada keadaan kronik sinovektomi mungkin berguna bila tidak ada destruksi sendi yang luas. Bila terdapat destruksi sendi atau deformitas dapat dianjurkan dan dilakukan tindakan artrodesis atau artroplastik. Sebaiknya pada revalidasi disediakan bermacam alat bantu untuk menunjang kehidupan sehari – hari dirumah maupun ditempat karja.
Langkah pertama dari program penatalaksanaan Artritis reumatoid adalah memberikan pendidikan kesehatan yang cukup tentang penyakit kepada klien, keluarganya, dan siapa saja yang berhubungan dengan klien. Pendidikan kesehatan yang diberikan meliputi pengertian tentang patofisiologi penyakit, penyebab dan prognosis penyakit, semua komponen program penatalaksanaan termasuk regimen obat yang kompleks, sumber-sumber bantuan untuk mengatasi penyakit, dan metode-metode yang efektif tentang penatalaksanaan yang diberikan oleh tim kesehatan. Proses pendidikan kesehatan ini harus dilakukan secara terus – menerus. Pendidikan dan informasi kesehatan juga dapat diberikan dari batuan klub penderita, badan – badan kemasyarakatan, dan orang – orang lain yang juga menderita Artritis reumatoid, serta keluarga mereka.
Istirahat adalah penting karena Artritis reumatoid biasanya disertai rasa lelah yang hebat. Walaupun rasa lelah tersebut dapat timbul setiap hari, tetapi ada masa – masa dimana klien marasa keadaannya lebih baik atau lebih berat. Kekakuan dan rasa tidak nyaman dapat meningkat apabila beristirahat. Hal ini memungkinkan klien dapat dapat mudah terbangun dari tidurnya pada malam hari karena nyeri. Disamping itu latihan – latihan spesifik dapat bermanfaat dalam mempertahankan fungsi sendi. Latihan ini mencakup gerakan aktif dan pasif pada semua sendi yang sakit, dan sebaiknya dilakukan sedikitnya dua kali sehari. Obat-obatan penghilang nyeri mungkin perlu diberikan sebelum latihan, dan mandi parafin dengan suhu.
Dibawah ini adalah contoh-contoh obat yang dapat diberikan :
·      NSAIDs
Obat anti-infalamasi nonsteroid (NSAID) dapat mengurangi gejala nyeri dan mengurangi proses peradangan. Yang termasuk dalam golongan ini adalah ibuprofen dan natrium naproxen.
·      Kortikosteroid
Golongan kortikosteroid seperti prednison dan metilprednisolon dapat mengurangi peradangan, nyeri dan memperlambat kerusakan sendi.
·      Obat remitif (DMARD)
Obat ini diberikan untuk pengobatan jangka panjang. Oleh karena itu diberikan pada stadium awal untuk memperlambat perjalanan penyakit dan melindungi sendi dan jaringan lunak disekitarnya dari kerusakan.  Yang termasuk dalam golongan ini adalah klorokuin, metotreksat salazopirin, dan garam emas.



C.    GOUT

1.        Definisi
Gout primer : merupakan akibat langsung pembentukan asam urat tubuh yang berlebih atau akibat penurunan ekskresi asam urat.
http://jogjafisio.files.wordpress.com/2009/06/gout.jpgGout sekunder : disebabkan karena pembentukan asam urat yang berlebih atau ekskresi asam urat yang berkurang akibat proses penyakit lain atau pemakaian obat tertentu.






2.        Etiologi 
Faktor-faktor yang menyebabkan Gout adalah hiperurisemia, sedangkan Hiperurisemia disebabkan karena diet tinggi puri. Kelaparan dan intake etil alcohol yang berlabih, peningkatan kadar ketoin akibat puasa yang berkepanjangan terganggunya ekskresi asam urat oleh ginjal karena asam keto. Peningkatan lactate juga mengganggu ekskresi.
3.      Klasifikasi
Terbagi dua jenis :
  1. Gout Akut
  2. Gout Kronik
4.      Patofisiologi
Awitan serangan Gout berhubungan dengan perubahan kadar urat serum meninggi atau menurun. Pada kadar urat asam yang stabil jarang mendapat serangan. Penurunan serum urat dapat mencetuskan pelepasan Kristal monosodium urat dari depositnya dalam trofi. Pada beberapa pasien Gout dengan hiperurisemia asimtomatik Kristal urat ditemukan pada sendi metatarsofalangeal (ibu jari kaki), lutut, pergelangan tangan, pergelangan kaki, dan siku. Serangan Gout akut biasanya sembuh sendiri setelah 10-14 hari walaupun tanpa pengobatan.
Serangan :
-          Gout Akut : biasanya terdapat supersaturasi urat dalam plasma dan cairan tubuh, ini diikuti dengan pengendapan Kristal-kristal urat di luar cairan tubuh dan endapan dalam disekitar sendi. Hal ini merupakan penyebab peningkatan konsentrasi asam urat dari serum. Kristal-kristal asam urat akan merangsang respon peradangan yang dipengaruhi oleh letak dan besar endapan Kristal asam urat.
-          Gout kronik : timbul dalam waktu yang lama ditandai dengan rasa nyeri, kaku, dan pegal. Sendi yang bengkak akibat gout kronik sering besar dan membentuk nodular. Tofi (endapan natrium urat) karena urat tersebut relatifre tidak larut, yang sering terjadi tempat pembentukan tofi adalah ijursa olekraton, tendon achiles permukaan ekstensor dari lengan bawah patella, bursa infrapatela,dan helix telinga. Tofi ini dapat membentuk tukak kemudian mengering dan dapat membatasi pergerakan sendi. Penyakit ginjal dapat terjadi akibat hiperuresemia kronik tetapi dapat dicegah apabila gout di tangani secara memadai.

5.        Pathway


Text Box: Pathoflow Diagram
 


Genetik                                                    Sekresi asam urat berkurang                Produksi asam urat >>


 
Gangguan metabolism purin


 



        Hiperurisemia & serangan sinovitis
               Akut berulang-ulang

           Penimbunan Kristal urat
          Monohidrat monosodium


 
 Penimbunan asam urat di korteks &                                           Penimbunan Kristal pada membran synovial                         reaksi inflamasi pada ginjal                                                                       &  tulang rawan artikular

Terjadi hilinisasi & fibrosis pada glomerulus                                      Erosi tulang rawan, poliferasi synovial &
pembentukan panus
       Pielonefritis, sklerosis arteriola
                atau nefritis kronis                                                                               Degenerasi tulang rawan sendi

   Terbentuk batu & asam urat, GGK,                                                            Terbentuk tofus serta fibrosis &
            Hipertensi, & sklerosis                                                                                 ankilosis pada tulang

Perubahan bentuk tubuh
pada tulang & sendi










Text Box: Hambatan mobilitas fisik



Text Box: Ggn konsep diri, citra diri

Text Box: Ggn. Pola Tidur
 




6.        Komplikasi
Resiko terjadinya hipertensi, penyakit koroner, kerusakan ginjal.
7.      Manifestasi klinis
Manifestasi klinis pada gout adalah peradangan dan pembengkakan pada sendi yang terluka, rasa sakit, meningkatnya temperature, dan Hiperurisemia.Pada pase akut di mulai dengan serangan rasa sakit pada sendi jempol kaki di malam hari selama 3-7 hari. Serangan ini diakibatkan oleh peningkatan luka, menggunakan diuretic, minum alcohol, atau makan-makanan yang tingi purin. Pada pase kronik semakin banyak sendi yang terserang. Pasien akan merasa pegal / kaku di pagi hari, deformitas sendi, dan penebalan jaringan synoval.
8.      Pemeriksaan Penunjang
·         Kadar asam urat dalam darah tinggi : > 6 mg %
·         LED sedikit meninggi
·         Kadang ditemukan lekositosis ringan
·         Kadar asam urat dalam urin tinggi : 500mg %/ liter per 24 jam
·         Aspirasi cairan : Menemukan kristl urat dalam cairan sinovial  dan endapan tophi.

9.      Penatalaksanaan Diet
Memberikan makanan mengurangi pembentukan asam urat, menurunkan BB jika gemuk dan mempertahankan BB jika BB normal atau idial.
Prinsip dan sarat :
1.      Kalori sesuai dengan kebutuhan
2.      Tinggi karbohidrat
Diutamakan karbohidrat kompleks seperti : Bahan makanan pokok dan dikurangi konsumsi karbohidrat sederhana seperti ; Gula, permen dsb.
3.      Protein rendah
Protein dapat meningkatkan asam urat terutama protein yang berasal dari bahan makan hewani dan sebagian dari nabati seperti kacang-kacang. Protein diberikan antara 50-70 gr/hari atau 0,8-1 gr/kg BB/hari ddan dianjurkan protein nabati yang berasal dari tumbuhan, kacang-kacang maksimum 25 gr/hari dan untuk protein hewani dianjurkan yang berasal dari susu dan produknya serta telur. Bahan makanan yang dihindari adalah otak, ginjal, paru usus, limpa.
4.      Lemak rendah
Lemak dapat membantu pengeluaran asam urat melalui urin  maka lemak diberikan 15% dari total energy.
5.      Tinggi Cairan
Cairan dapat membantu pengeluaran asam urat melalui urin. Cairan diberikan minimal 10 gelas dalam sehari. Cairan yang paling baik diberikan adalah yang hangat 10 gelas dalam perhari. Cairan yang paling baik diberikan adalah yang hangat dan diberikan pada waktu pagi hari.

10.  Pengobatan
Obat
Dosis
Efek Samping
Probenecid
(Benemid)
0,5 g dua kali sehari
Sakit kepala, mual, muntah, anorexia, frekuensi urinary.
Sulfinpyrazone
(Anturane)
400-800 mg/hari
Gangguan : gastrointestinal atas (mual, gangguan pencernaan); reaktifasi penyakit ulcer peptic.  
Allopurinal
Penghambat asan uric (Zyloprim)
200-600 mg/hari
Ruam pada kulit, demam, dingin, depresi sumsum tulang, iritasi gastrointestinal.
Colchicines
0,5-1,8 mg/hari (prophylaxis); 0,5-1,2 mg setiap 1-2 jam (serangan akut)
Depresi sumsum tulang, anemia aplastik, granulocytopenia, leucopenia, thrombocytopenia, mual, muntah, diare kram, ruam kulit.


D.    OSTIOMELITIS
1.      Defenisi
Osteomielitis adalah infeksi tulang. Infeksi tulang lebih sulit disembuhkan daripada infeksi jaringan lunak karena terbatasnya asupan darah, respons jaringan terhadap inflamasi, tingginya tekanan jaringan dan pembentukan involukrum (pembentukan tulang baru di sekeliling jaringan tulang mati). Osteomeilitis dapat menjadi masalah kronis yang akan mempengaruhi kualitas hidup atau mengakibatkan kehilangan ekstremitas. Beberapa ahli memberikan defenisi terhadap osteomyelitis sebagai berkut :
v  Osteomyelitis adalah infeksi Bone marrow pada tulang-tulang panjang yang disebabkan oleh staphylococcus aureus dan kadang-kadang Haemophylus influensae (Depkes RI, 1995).
v  Osteomyelitis adalah infeksi tulang (Carpenito, 1990).
v  Osteomyelitis adalah suatu infeksi yang disebarkan oleh darah yang disebabkan oleh staphylococcus (Henderson, 1997)
v  Osteomyelitis adalah influenza Bone Marow pada tulang-tulang panjang yang disebabkan oleh staphyilococcus Aureus dan kadang-kadang haemophylus influenzae, infeksi yang hampir selalu disebabkan oleh staphylococcus aureus. Tetapi juga Haemophylus influenzae, streplococcus dan organisme lain dapat juga menyebabkannya osteomyelitis adalah infeksi lain.



 








Gambar ostiomelitis

2.      Etiologi

Infeksi bisa disebabkan oleh penyebaran hematogen (melalui darah) dari fokus infeksi di tempat lain (mis. Tonsil yang terinfeksi, lepuh, gigi terinfeksi, infeksi saluran nafas atas). Osteomielitis akibat penyebaran hematogen biasanya terjadi ditempat di mana terdapat trauma dimana terdapat resistensi rendah kemungkinan akibat trauma subklinis (tak jelas). Osteomielitis dapat berhubungan dengan penyebaran infeksi jaringan lunak (mis. Ulkus dekubitus yang terinfeksi atau ulkus vaskuler) atau kontaminasi langsung tulang (mis, fraktur ulkus vaskuler) atau kontaminasi langsung tulang (mis. Fraktur terbuka, cedera traumatik seperti luka tembak, pembedahan tulang. Pasien yang beresiko tinggi mengalami osteomielitis adalah mereka yang nutrisinya buruk, lansia, kegemukan atau penderita diabetes. Selain itu, pasien yang menderita artritis reumatoid, telah di rawat lama dirumah sakit, mendapat terapi kortikosteroid jangka panjang, menjalani pembedahan sendi sebelum operasi sekarang atau sedang mengalami sepsis rentan, begitu pula yang menjalani pembedahan ortopedi lama, mengalami infeksi luka mengeluarkan pus, mengalami nekrosis insisi marginal atau dehisensi luka, atau memerlukan evakuasi hematoma pascaoperasi.

3.      Klasifikasi

Menurut kejadiannya osteomyelitis ada 2 yaitu :
a.    Osteomyelitis Primer à Kuman-kuman mencapai tulang secara langsung melalui    luka.
b.    Osteomyelitis Sekunder  à Adalah kuman-kuman mencapai tulang melalui aliran darah dari suatu focus primer ditempat lain (misalnya infeksi saluran nafas, genitourinaria furunkel).

Sedangkan osteomyelitis menurut perlangsungannya dibedakan atas :
a.     Steomyelitis akut
v  Nyeri daerah lesi
v  Demam, menggigil, malaise, pembesaran kelenjar limfe regional
v  Sering ada riwayat infeksi sebelumnya atau ada luka
v  Pembengkakan lokal
v  Kemerahan
v  Suhu raba hangat
v  Lab = anemia, leukositosis
b.    Osteomyelitis kronis
v  Ada luka, bernanah, berbau busuk, nyeri
v  Gejala-gejala umum tidak ada
v  Gangguan fungsi kadang-kadang kontraktur
v  Lab = LED meningkat          

Osteomyelitis menurut penyebabnya adalah osteomyelitis biogenik yang paling sering :
v Staphylococcus (orang dewasa)
v Streplococcus (anak-anak)
v Pneumococcus dan Gonococcus

4.      Patofisiologi

Staphylococcus aurens merupakan penyebab 70% sampai 80% infeksi tulang. Organisme patogenik lainnya sering dujumpai pada osteomielitis meliputi Proteus, Pseudomonas dan Ecerichia coli. Terdapat peningkatan insiden infeksi resisten penisilin, nosokomial, gram negatif dan anaerobik. Awitan osteomielitis setelah pembedahan ortopedi dapat terjadi dalam 3 bulan pertama (akut fulminan stadium I) dan sering berhubungan dengan penumpukan hematoma atau infeksi superfisial. Infeksi awitan lambat (stadium 2) terjadi antara 4 sampai 24 bulan setelah pembedahan. Osteomielitis awitan lama (stadium 3) biasanya akibat penyebaran hematogen dan terjadi 2 tahun atau lebih setelah pembedahan. Respons inisial terhadap infeksi adalah salah satu dari inflamasi, peningkatan Vaskularisas dan edema. Setelah 2 atau 3 hari, trombosis pada  pembuluh darah terjadi pada tempat tersebut, mengakibatkan iskemia dengan nekrosis tulang sehubungan dengan peningkatan dan dapat menyebar ke jaringan lunak atau sendi di sekitarnya, kecuali bila proses infeksi dapat dikontrol awal, kemudian akan terbentuk abses tulang. Pada perjalanan alamiahnya, abses dapat keluar spontan; namun yang lebih sering harus dilakukan insisi dan drainase oleh ahli bedah. Abses yang terbentuk dalam dindingnya terbentuk daerah jaringan mati, namun seperti pada rongga abses pada umumnya, jaringan tulang mati (sequestrum) tidak mudah mencair dan mengalir keluar. Rongga tidak dapat mengempis dan menyembuh, seperti yang terjadi pada jaringan lunak. Terjadi pertumbuhan tulang baru (involukrum) dan mengelilingi sequestrum. Jadi meskipun tampak terjadi proses penyembuhan, namun sequestrum infeksius kronis yang tetap rentan mengeluarkan abses kambuhan sepanjang hidup pasien. Dinamakan osteomielitis tipe kronik.
  1. Pathway











6.      Manifestasi Klinis

Jika infeksi dibawah oleh darah, biasanya awitannya mendadak, sering terjadi dengan manifestasi klinis septikemia (mis. Menggigil, demam tinggi, denyut nadi cepat dan malaise umum). Gejala sismetik pada awalnya dapat menutupi gejala lokal secara lengkap. Setelah infeksi menyebar dari rongga sumsum ke korteks tulang, akan mengenai periosteum dan jaringan lunak, dengan bagian yang terinfeksi menjadi nyeri, bengkak dan sangat nyeri tekan. Pasien menggambarkan nyeri konstan berdenyut yang semakin memberat dengan gerakan dan berhubungan dengan tekanan pus yang terkumpul. Bila osteomielitis terjadi akibat penyebaran dari infeksi di sekitarnya atau kontaminasi langsung, tidak akan ada gejala septikemia. Daerah infeksi membengkak, hangat, nyeri dan nyeri tekan. Pasien dengan osteomielitis kronik ditandai dengan pus yang selalu mengalir keluar dari sinus atau mengalami periode berulang nyeri, inflamasi, pembengkakan dan pengeluaran pus. Infeksi derajat rendah dapat menjadi pada jaringan parut akibat kurangnya asupan darah.

7.      Evaluasi Diagnostik

Pada osteomielitis akut, pemeriksaan sinar – x awal hanya menunjukkan pembengkakan jaringan lunak. Pada sekitar 2 minggu terdapat daerah dekalsifikasi ireguler, nekrosis tulang baru. Pemindaian tulang dan MRI dapat membantu diagnosis definitif awal. Pemeriksaan darah memperlihatkan peningkatan leukosit dan peningkatan laju endap darah. Kultur darah dan kultur abses diperlukan untuk menentukan jenis antibiotika yang sesuai. Pada osteomielitis kronik, besar, kavitas iregular, peningkatan periosteum, sequestra atau pembentukan tulang padat terlihat pada sinar – x. pemindaian tulang dapat dilakukan untuk mengidentifikasi area infeksi. Laju sedimentasi dan jumlah sel darah putih biasanya normal. Anemia, dikaitkan dengan infeksi kronik. Abses ini dibiakkan untuk menentukan organisme infektif dan terapi antibiotik yang tepat
8.      Penatalaksanaan
Daerah yang terkana harus diimobilisasi untuk mengurangi ketidaknyamanan dan mencegah terjadinya fraktur. Dapat dilakukan rendaman salin hangat selama 20 menit beberapa kali per hari untuk meningkatkan aliran daerah. Sasaran awal terapi adalah mengontrol dan menghentikan proses infeksi, Kultur darah dan swab dan kultur abses dilakukan untuk mengidentifikasi organisme dan memilih antibiotika yang terbaik. Kadang, infeksi disebabkan oleh lebih dari satu patogen. Begitu spesimen kultur telah diperoleh, dimulai pemberian terapi antibiotika intravena, dengan asumsi bahwa dengan infeksi staphylococcus yang peka terhadap penisilin semi sintetik atau sefalosporin. Tujuannya adalah mengentrol infeksi sebelum aliran darah ke daerah tersebut menurun akibat terjadinya trombosis. Pemberian dosis antibiotika terus menerus sesuai waktu sangat penting untuk mencapai kadar antibiotika dalam darah yang terus menerus tinggi. Antibiotika yang paling sensitif terhadap organisme penyebab yang diberikan bila telah diketahui biakan dan sensitivitasnya. Bila infeksi tampak telah terkontrol, antibiotika dapat diberikan per oral dan dilanjutkan sampai 3 bulan. Untuk meningkatkan absorpsi antibiotika oral, jangan diminum bersama makanan.Bila pasien tidak menunjukkan respons terhadap terapi antibiotika, tulang yang terkena harus dilakukan pembedahan, jaringan purulen dan nekrotik diangkat dan daerah itu diiringi secara langsung dengan larutan salin fisiologis steril. Tetapi antibitika dianjurkan


BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA
REMATOID ARTRITIS , GOUT DAN OSTIOMELITIS

A. ASKEP REMATOID ARTRITIS
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan. Untuk itu, diperlukan kecermatan dan ketelitian dalam menangani masalah klien sehingga dapat memberi arah terhadap
1.      Anamnesis.
Anamnesis dilakukan untuk mengetahui :
·         Identitas meliputi nama, jenis kelamin, usia,alamat, agama, bahasa yang digunakan,
·      Riwayat penyakit sekarang.
·      Riwayat penyakit dahulu.
·      Riwayat penyakit keluarga.
·      Riwayat psikososial.,
2.     Pemeriksaan fisik.
Setelah melakukan anamnesis,pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data anamnesis .Pemeriksaan fisik dilakukan per sistem (B1-B6) dengan fokus pemeriksaan B6(Bone) yang dikaitkan dengan keluhan klien.
·            B1 (Breathing).Klien artritis reumatoid tidak menunjukkan kelainan sistem pernapasan pada saat inspeksi.Palpasi toraks menunjukkan taktil fremitus seimbang kanan dan kiri. Pada auskultasi,tidak ada suara napas tambahan.
·            B2 (Blood). Tidak ada iktus jantung pada palpasi.Nadi mungkin meningkat,iktus tidak teraba.Pada auskultasi,ada suara S1 dan S2 tunggal dan tidak ada murmur.
·            B3(Brain).Kesadaran biasanya kompos mentis.Pada kasus yang lebih parah,klien dapat mengeluh pusing dan gelisah.
*      Kepala dan wajah             : Ada sianosis.
*      Mata                                  : Skelera biasanya tidak ada ikterik.
*      Leher                                 : Biasanya JVP dalam batas normal
*      Telinga :Tes bisik atau Weber masih dalam keadaan normal.Tidak ada Lesi atau nyeri tekan.
*      Hidung      : Tidak ada deformitas,tidak ada pernapasan cuping hidung.
*      Mulut dan faring               : Tidak ada pembesaran tonsil,gusi tidak terjadi          perdarahan,mukosa mulut tidak pucat.
*      Status mental        : penampilan dan tingkah laku klien biasanya tidak mengalami perubahan.
·           B4 (Bladder). Produksi urin biasanya dalam batas normal dan tidak ada keluhan pada sistem perkemihan.
·           B5 (Bowel). Umumnya klien artritis reumatoid tidak mengalami gangguan eliminasi.Meskipun demikian,perlu dikaji frekuensi,konsitensi,warna serta bau feses.Frekuensi berkemih,kepekatan urin,warna,bau,dan jumlah urin juga harus dikaji.Gangguan gastointestinal yang sering adalah mual,nyeri lambung,yang menyebabkan klien tidak nafsu makan,terutama klien yanmg menggunakan obat reumatik dan NSAID.Peristaltik yang menurun menyebabkan klien jarang defekasi.
·           B6 (Bone )
ü Look  : Didapatkan adanya pembengkakan yang tidak biasa                                     (abnormal ),deformitas pada daerah sendi kecil tangan, pergelangan kaki,dan sendi besar lutut,panggul dan pergelangan tangan.Adanya degenerasi serabut otot memungkinkan terjadinya pengecilan,atrofi otot yang disebabkan oleh tidak digunakannya otot akibat inflamasi sendi.Sering ditemukan nodul subkutan multipel.
ü Feel   : Nyeri tekan pada sendi yang sakit.
ü Move : Ada gangguan mekanis dan fungsional pada sendi dengan                           manifestasi nyeri bila menggerakan sendi yang sakit. Klien  sering mengalami kelemahan fisik sehingga mengganggu aktifitas hidup sehari-hari.






3 .  Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan pada yang dapat ditemukan pada klien rumatoid arthritis (doengoes, 2000) adalah sebagai berikut :
1.    Nyeri akut kronis berhubungan dengan distensi jaringan akibat akumulasi cairan/ proses inflamasi/ destruksi sendi.
2.    Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas skeletal, nyeri/ ketidaknyamanan, intoleransi terhadap aktivitas atau penurunan kekuatan otot.
3.    Gangguan citra tubuh/ perubahan penampilan peran berhubungan dengan perubahan kemampuan untuk melakukan tugas-tugas umum, peningkatan penggunaan energy atau ketidakseimbangan mobilitas.
4.    Kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan musculoskeletal, penurunan kekuatan, daya tahan, nyeri saat bergerak, atau depresi.
5.    Resiko tinggi kerusakan penatalaksanaan pemeliharaan rumah berhubungan dengan proses penyakit degenerative jangka panjang, system pendukung tidak adekuat.
6.    Kurang pengetahuan/ kebutuhan belajar mengenai penyakit, prognosis, dan pengobatan berhubungan dengan kurang pemajanan/mengingat, kesalahan interpretasi informasi.

4.     Intervensi dan Implementasi Keperawatan
Rencana asuhan keperawatan pada klien arthritis rheumatoid dibawah ini, disusun berdasarkan diagnosis keperawatan, tindakan keperawatan, dan rasionalisis               (doenges, 2000).

Diagnosa keperawatan I : nyeri akut/kronis berhubungan dengan distensi jaringan akibat akumulasi cairan atau proses inflamasi, destruksi sendi.

Tindakan
Rasional
Mandiri :

1.      Kaji keluhan nyeri, skala nyeri serta catat lokasi dan intensitas, factor-faktor yang mempercepat, dan respon rasa sakit non verbal.
1.      Membantu dalam menentukan kebutuhan manajemen nyeri dan efektifitas program.
2.      Berikan matras/ kasur keras, bantal kecil. Tinggikan tempat tidur sesuai kebutuhan.
2.      Matras yang lembut/ empuk, bantal yang besar akan menjaga  pemeliharaan kesejajaran tubuh yang tepat, menempatkan stress pada sendi yang sakit. Peninggian  tempat tidur menurunkan tekanan pada sendi yang terinflamasi/nyeri
3.      Biarkan klien mengambil posisi yang nyaman waktu tidur atau duduk di kursi. Tingkatkan istirahat di tempat tidur sesuai indikasi
3.      Pada penyakit yang berat/ eksaserbasi, tirah baring mungkin diperlukan untuk membatasi nyeri cedera.
4.      Tempatkan/ pantau penggunaan bantl, karung pasir, gulungan trokhanter, bebat, brace.
4.       Mengistirahatkan sendi-sendi yang sakit dan mempertahankan posisi netral. Penggunaan brace dapat menurunkan nyeri dan dapat mengurangi kerusakan pada sendi. Imobilisasi yang lama dapat mengakibatkan hilang mobilitas/ fungsi sendi.
5.      Anjurkan klien untuk sering merubah posisi,. Bantu klien untuk bergerak di tempat tidur, sokong sendi yang sakit di atas dan bawah, hindari gerakan yang menyentak.
5.      Mencegah terjadinya kelelahan umum dan kekakuan sendi. Menstabilkan sendi, mengurangi gerakan/ rasa sakit pada sendi.

6.      Anjurkan klien untuk mandi air hangat. Sediakan waslap hangat untuk mengompres sendi yang sakit. Pantau suhu air kompres, air mandi, dan sebagainya.
6.      meningkatkan relaksasi otot, dan mobilitas, menurunkan rasa sakit dan menghilangkan kekakuan pada pagi hari. Sensitivitas pada panas dapat dihilangkan dan luka dermal dapat disembuhkan
7.      Berikan masase yang lembut.
7.      meningkatkan relaksasi/ mengurangi tegangan otot.
8.      Dorong penggunaan teknik manajemen stres, misalnya relaksasi progresif,sentuhan terapeutik, biofeed back, visualisasi, pedoman imajinasi, hypnosis diri, dan pengendalian napas.
8.      Meningkatkan relaksasi, memberikan rasa kontrol nyeri dan dapat meningkatkan kemampuan koping.
9.      Libatkan dalam aktivitas hiburan sesuai dengan jadwal aktivitas klien.
9.      Memfokuskan kembali perhatian, memberikan stimulasi, dan meningkatkan rasa percaya diri dan perasaan sehat.
Kolaborasi :
10.  Beri obat sebelum dilakukan aktivitas/ latihan yang direncanakan sesuai petunjuk.

10.  Meningkatkan relaksasi, mengurangi tegangan otot/ spasme, memudahkan untuk ikut serta dalam terapi.
11.   Berikan obat-obatan sesuai petunjuk
·    Asetilsalisilat (Aspirin).









·    NSAID lainnya, missal ibuprofen (motrin), naproksen, sulindak, proksikam (feldene), fenoprofen.

·    D-penisilamin (cuprimine).










·    Antasida


·    Produk kodein
11.  Obat-obatan:
·      Bekerja sebagai antiinflamasi dan efek analgesik ringan dalam mengurani kekakuan dan meningkatkan mobilitas. ASA harus dipakai secara regular untuk mendukung kadar dalam darah teurapetik. Riset mengindikasikan bahwa ASA memiliki indeks toksisitas yang paling rendah dasi NSAID lain yang diresepkan.
·      Dapat digunakan bila klien tidak memberikan respons pada aspirin atau untuk meningkatkan efek dari aspirin.
·      Dapat mengontrol efek-efek sistemik dari RA jika terapi lainnya tidak berhasil. Efek samping yang lebih berat misalnya trombositopenia, leucopenia, anemia aplastik membutuhkan pemantauan yang ketat. Obat harus diberikan diantara waktu makan, karena absorbs obat menjadi tidak seimbang antara makanan dan produk antasida dan besi.
·      Diberikan bersamaan dengan NSAID untuk meminimalkan iritasi/ ketidaknyamanan lambung.
·      Meskipun narkotik umumnya adalah kontraindikasi, namun karena sifat kronis dari penyakit, penggunaan jangka pendek mungkin diperlukan selama periode eksaserbasi akut untuk mengontrol nyeri yang berat.
12.  Bantu klien dengan terapi fisik, missal sarung tangan paraffin, bak mandi dengan kolam bergelombang.
12.  Memberikan dukungan hangat/ panas untuk sendi yang sakit.
13.  Berikan kompres dingin jika dibutuhkan.
13.  Rasa dingin dapat menghilangkan nyeri dan bengkak pada periode akut.
14.  Pertahankan unit TENS jika digunakan.
14.  Rangsang elektrik tingkat rendah yang konstan dapat menghambat transmisi nyeri.
15.  Siapkan intervensi pembedahan, missal sinovektomi.
15.  Pengangkatan sinovium yang meradang dapat mengurangi nyeri dan membatasi progresi dan perubahan degeneratif.
Diagnosa Keperawatan II : Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas skeletal, nyeri/ ketidaknyamanan, intoleransi terhadap aktivitas atau penurunan kekuatan otot.
Tindakan
Rasional
Mandiri :

1.      Evaluasi/ lanjutkan pemantauan tingkat inflamasi/ rasa sakit pada sendi.
1.      Tingkat aktivitas/ latihan tergantung dari perkembangan/ resolusi dari proses inflamasi.
2.      Pertahankan istirahat tirah baring/ duduk jika diperlukan. Buat  jadwal aktivitas yang sesuai dengan toleransi untuk memberikan periode istirahat yang terus menerus dan tidur malam hari yang tidak terganggu.
2.      Istirahat sistemik dianjurkan selama eksaserbasi akut dan seluruh fase penyakit yang penting, untuk mencegah kelelahan, dan mempertahankan kekuatan.
3.      Bantu klien dengan rentang gerak aktif/pasif, demikian juga latihan resistif dan isometris jika memungkinkan
3.      Mempertahankan/ meningkatkan fungsi sendi, kekuatan otot dan stamina umum. Latihan yang tidak adekuat menimbulkan kekakuan sendi, karenanya aktivitas yang berlebihan dapat merusak sendi.
4.      Ubah posisi klien setiap dua jam dengan bantuan personel yang cukup. Demonstrasikan/ bantu teknik pemindahan dan penggunaan bantuan mobilitas.
4.      Menghilangkan tekanan pada jaringan dan meningkatkan sirkulasi. Mempermudah perawatan diri dan kemandirian klien. Tehnik pemindahan yang tepat dapat mencegah robekan abrasi kulit.
5.       Posisikan sendi yang sakit dengan bantal, kantung pasir, gulungan trokanter, dan bebat, brace.
5.      Meningkatkan stabilitas ( mengurangi resiko cidera ) dan mempertahankan posisi sendi yang diperlukan dan kesejajaran tubuh serta dapat mengurangi kontraktur.
6.      Gunakan bantal kecil/tipis di bawah leher.
6.      Mencegah fleksi leher.
7.      Dorong klien mempertahankan postur tegak dan duduk, berdiri, dan berjalan.
7.      Memaksimalkan fungsi sendi dan mempertahankan mobilitas.
8.      Berikan lingkungan yang aman, misalnya menaikkan kursi/kloset, menggunakan pegangan tangga pada bak/pancuran dan toilet, penggunaan alat bantu mobilitas/kursi roda. 
8.      Menghindari cidera akibat kecelakaan/ jatuh.
Kolaborasi :
9.      Konsultasi dengan ahli terapi fisik/okupasi dan spesialis vokasional.

9. berguna dalam memformulasikan program latihan/ aktivitas yang berdasarkan pada kebutuhan individual dan dalam mengidentifikasi alat/bantuan mobilitas.
10.  Berikan matras busa/  pengumbah tekanan.
10. Menurunkan tekanan pada jaringan yang mudah pecah untuk mengurangi risiko imobilisasi / terjadi dekubitus.

11. Berikan obat – obatan sesuai indikasi :
·         Agen antireumatik, mis garam emas, natrium tiomaleat.







·         Steroid.
11. Obat – obatan :
·         Krisoterapi  (  garam emas ) dapat menghasilkan remisi dramatis  /  terus – menerus tetapi dapat mengakibatkan inflamasi rebound bila terjadi penghentian atau dapat terjadi efek samping serius, misl krisis nitrotoid seperti pusing, penglihatan kabur, kemerahan tubuh, dan berkembang menjadi syok anafilaktik.
·         Mungkin dibutuhkan untuk menekan inflamasi sistemik akut.
12. Siapkan intervensi bedah :
·         Atroplasti.


·         Prosedur pelepasan tunnel, perbaikan tendon,ganglionektomi.
·         Implan sendi.
12. Intervensi bedah :
·         Perbaikan pada kelemahan periartikuler dan subluksasi dapat meningkatkan stailitas sendi.
·         Perbaikan berkenaan dengan defek jaringan penyambung, dan mobilitas.
·         Pergantian mungkin diperlikan untuk memperbaiki fungsi optimal dan mobilitas.


Diagnosa Keperawatan III : Gangguan citra tubuh / perubahan penampilan peran berhubungan dengan perubahan kemapuan untuk melakukan tugas-tugas umum, peningkatan penggunaan energi atau ketidakseimbangan mobilitas.

Tindakan
Rasional
Mandiri :
1.      Dorongn klien mengungkapakan perasaannya melalui proses penyakit dan harapan masa depan.

1.      Memberikan kesempatan untuk mengidentifikasi rasa takut / kesalahan konsep dan mampu menghadapi masalah secara langsung.
2.      Diskusikan arti dari kehilangan  / perubahan pada klien / orang terdekat. Pastikan bagaimana pandangan pribadi klien dalam  berfungsi dalam gaya hidup sehari – hari, termasuk aspek –aspek seksual.
2.      Mengidentifikasi bagaimana penyakit mempengaruhi persepsi diri dan interaksi dengan orang lain akan menentukan kebutuhan terhadap intervensi / konseling lebih lanjut.
3.      Diskusikan persepsi klien ,mengenai bagaimana  orang terdekat menerima keterbatasan klien.
3.      Isyarat verbal / nonverbal orang terdekat dapat memengaruhi bagaimana klien memandang dirinya sendiri.
4.      Akui dan menerima perasaan berduka, bermusuhan, serta ketergantungan.
4.      Nyeri konstan akan melelahkan, perasaan marah, dan bermusuhan umum terjadi.
5.      Obesrvasi perilaku klien terhadap kemungkinan menarik diri, menyangkal atau terlalu memperhatikan perubahan tubuh.
5.      Dapat menujukkan emosional atau metode koping maladatif, membutuhkan intervensi  lebih lanjjut / dukungan psikologis.
6.      Susun batasan pada perilaku maladatif. Bantu klien untuk mengidentifikasi perilaku positif yang dapat membantu mekanisme koping yang adaptif.
6.      Membantu klien untuk mempertahankankontrol diri, yang dapat meningkatkan perasaan harga diri.
7.      Ikut sertakan klien dalam merencanakan perawatan dan membuat jadwal akitvitas.
7.      Meningkatkan perasaan kompetensi/  harga diei, mendorong kemandirian, dan mendorong partisipasi dalam terapi.
8.      Bantu kebutuhan perawat yang diperlukan klie.
8.      Mempertahankan penampilan yang dapat meningkatkan citra diri.
9.      Berikan respon/ pujian positif bila perlu.



9.      Memungkinkan klien untu merasa senang terhadap dirinya sendiri. Menguatkan prilaku positif, dan meningkatkan rasa percaya diri.
Kaloborasi :
10.  Rujuk pada konseling psikiatri, mis perawat spesialis psikiatri, psikiatri/ psikolog,pekerjaan sosial.
10. Klien/ orang terdekat mungkin mebutuhkan dukungan selama berhadapan dengan proses jangka panjang/ ketidakmampuan.
11.  Berikan obat – obatan sesuai petunjuk, mis antiasietas dan obat – obatan eningkatan alam perasaan
11. Mungkin dibutuhkan pada saat munculnya depresi hebat sampai klien mampu mengembangkan kemampuan koping yang lebih efektif.


Diagnosa Keperawatan IV : kurang keperawatan diri b.d krusakan muskloskeletal, penurunan kekuatan, daya tahan, nyeri saat bergerak atau depresi.

Tindakan
Rasional
Mandiri :
1. Diskusikan dengan klien tingkat fungsional umum sebelum timbulnya/ eksaserbasi penyakit dan risiko perubahan yang diantisipasi.


1. Klien mungkin dapat melanjutkan aktivitas umum dengan melakukan adaptasi yang diperlukan pada keterbatasan saat ini.
2. Pertahan kan mobilitas, kontrol terhadap nyeri, dan program latihan.

2. Mendukung kemandirian fisik/ emosional klien.
3. Kaji hambatan kliendalam partisipasi perawatan diri. Identifikasi/ buat rencana untuk modifikasi lingkungan.

3. Menyiapkan klien untuk meningkatkan kemandirian, yang akan meningkatkan harga diri.
Kalaborasi :
4. Konsultasi dengan ahli terapi okupasi.

4. Berguna dalam menentukan alat bantu untuk memenuhi kebutuhan individu, misal memasang kancing, menggunakan alat bantu, memakai sepatu , atau menggantungkan pegangan untuk mandi pancuran.

5. Mengatur evaluasi kesehatan di rumah sebelum dan setelah pemulang.
5. Mengidentifikasi masalah-masalah yang mungkin dihadapi karena tingkat ketidakmampuan aktual. Memberikan lebih banyak keberhasilan usaha tim dengan orang lai yang ikut serta dalam perawatan, misaltim terapi okupasi.

6. Membuat jadwal konsul dengan lembaga lainnya, misal pelayanan perawatan di rumah, ahli nutrisi.

6. Klien mungkin membutuhkan berbagi bantuan tambahan untuk partisipasi situasi di rumah.



Diagnosa keperawtan V : Risiko tinggi kerusakan penatalaksanaan pemeliharaan rumah   b . d proses penyakit degeneratif jangka panjang, sistem pendukung tidak adekuat.

Tindakan
Rasional
Mandiri :
1. Kaji tingkat fungsional fisik klien.

1.Mengidentifikasi tingkat bantuan/ dukungan yang diperlukan klien.
2. Evaluasi lingkungan sekitar untuk mengkaji kemampuan klien dalam melakukan perawatan diri sendiri.
2. menentukan kemungkinan susunan yang ada/ perubahan susunan rumah untuk memenuhi kebutuhan klien.
3. Tentukan sumber –sumber finansial untuk memenuhi kebutuhan situasi individual. Identifikasi sistem pedukung yang tersedia untuk klien, misalnya membagi perbaikan/ tugas-tugas rumah tangga antara anggota keluarga atau pelayanan.
3. Menjamin bahwa kebutuhan klien  akan  dipenuhi secara terus – menerus.
4. Identifikasi peralatan yang  diperlukan untuk mendukung aktivitas klien, misalnya peninggian dudukan toilet, kursi roda.
4. Memberikan kesempatan untuk mendapatkan peralatan sebelum pulang untuk menunjang aktivitas klien di rumah.
Kolaborasi :
5. Koordinasi evaluasi di rumah dengan ahli terapi okupasi.

5. Bermanfaat untuk mengidentifikasi peralatan, cara- cara untuk mengubah berbagai tugas dalam mempertahankan kemandirian.
6. Identifikasi sumber – sumber komunitas, misal pelayanan pembatu rumah tangga, pelayan sosial ( bila ada).
6. Memberkan kemudahan berpindah pada/ mendukung kontinuitas dalam situasi rumah.

Diagnosa keperawatan VI : kurang pengetahuan / kebutuhan belajar mengenai panyakit, prognosis, dan penobatan b . d kurang pemajanan/ mengingat, kesalahan interpretasi informasi.

Tindakan
Rasional
Mandiri :
1. Tinjau proses penyakit, prognosis, dan harapan masa depan.

1. Memberikan pengetahuan di mana klien dapat membuat pilihan berdasarkan informasi yang disampaikan.

2. Diskusikan kebiasaan klien dalam penatalaksanaan proses sakit melalui diet, obat-obatan, serta program diet seimbang, latihan, dan istirahat.
2. Tujuan kontrol penyakit adalah untuk menekan inflamasi sendi/ jaringan lain guna mempertahankan fungsi sendi dan mencegah deformitas.

3. Bantu klien dalam merencanakan jadwal aktivitas terintegrasiyang realitis, periodeistirahat,perawatan diri, pemberian obat -obatan,terapi fisik,dan manajemen stres.
3. Memberikan struktur dan mengurangi ansietas pada wakru menangani proses penyakit kronis yang kompleks.
4. Tekankan pentingnya melanjutkan manajemen farmakoterapeutik.
4. Keuntungan dari terapi obat –obatan tergantung ketepatan dosis, misal aspirin harus diberikan secara reguleruntuk mendukung kadar terapeutik darah 18- 25 mg.

5. Rekomendasikan pengunaan aspirin bersalut/ dibuper enterik atau salisilat nonasetil, misal kolin magnesium trisalisilat
5. Preparat bersalut/ dibuper dicerna dengan makanan, meminmimalkan iritasi gaster, mengurangi risiko perdarahan. Produk nonastil sedikit dibutuhkan untuk mengurangi iritasi lambung.

6. Anjurkan kliean untuk mencerna  obat-obatan dengan makanan,susu atau antasida.
6. Membatasi iritasi gaster. Penggurangan nyeri akan meningkatkan kualitas tidur san meningkatkan kadar darah serta mengurangi kekuatan di pagi hari.

7. Identifikasi efek samping oabt-obatan yang merugkan, misal tinitus, intoleransi lambung, perdaraha gastrointestinal, dan ruam purpurik.
7. Memperpanjang dan memaksimalakan dosis aspirrin dapat mengakibatkan takar lajak ( overdosis). Tinitus umumnya mengidentifikan kadar terapeutik darah yang tinggi. Jika terjadi tinitus, dosis umumnya diturunkan menjadi satu tablet setiap tiga hari sampai berhenti.

8. Tekankan pentingnya membaca label produk dan mengurangi penggunaan obat yang dijual bebas tanpa prsetujuan dokter.
8. Banyak produk mengandung salisilat tersembunyi.(misal obat diare, pilek)yang dapat meningkatkan risiko overdosis obat / efek samping  yang bebahaya.

9. Tinjuan pentingnya diet yang seimbang dengan makanan yang banyak mengandung vitamin, protein, dan zat besi.

9. Meningkatkan perasaan sehat umum dan perbaikan regenerasi sel.
10. Dorong klien yang obesitas untuk menurunkan berat badan dan berikan informasi penurunaan  berat badan sesuai kebutuhan.

10. Penurunan berat badan akan mengurangi tekananan sendi, terutama pinggul, lutut,pergelanagan kaki,dan telapak kaki.

11. Berikan informaasi mengenai alat bantu, missal bermain barang-barang yang bergerak, tongkat untuk mengambil, piring-piring ringan, tempat duduk toilet yang dapat dinaikkan, palang keamanan.

11. Mengurangin paksaan untuk menggunakan sendi dan meungkinkan individu untuk serta secara lebih nyaman dalam aktivitas yang dibutuhkan.
12. Diskusikan teknik menghemat energy, missal duduk lebih baik daripada berdiri dalam menyiapkan makanan dan mandi.

12. Mencegah kepenatan, memberikan kemudahan perawatan diri, dan kemandirian.
13. Dorong klien untuk mempertahankan posisi tubuh yang benar, baik saat istirahat maupun saat aktivitas, misal menjaga sendi tetap meregang tidak fleksi.

13. mekanika tubuh yang baik harus menjadi bagian dari gaya hidup lklien untuk mengurang tekanan sendi dan nyeri.
14. Tinjau perlunya infeksi sering pada kulit lainnya dibawah bebet, gips, alat penyokong. Tunjukan pemberian bantalan yang tepat.






14.Mengurangi resiko iritasi / kerusakan kulit.
15. Diskusikan pentingnya obat- obatan lanjutan/pemeriksaan laboratorium, misal LED, kadar salisilat, PT.
15.Terapi obat – obatan membutuhkan pengkajian / perbaikan yang terus- menerus untuk menjamin efek optimal dan mencegah overdosis, serta efek samping yang berbahay, misal aspirin memperpanjang PT, peningkatan risiko perdarahan. Krisoterapi akan menekan trombosit, potensi risiko untuk trombositopenia.

16. Berikan konseling seksual sesuai kebutuhan.
16. Informasi mengenai posisi-posisi yang berbeda dan teknik dan / pilihan lain untuk pemenuhan seksual mungkin dapat meningkatkan hubungan pribadi dan perasaan harga diri / percaya diri.

17. Identifikasi sumber-sumber komunikasi, misal yayasan artritis (bila ada).
17. bantuan / dukungan dari orang lain dapat meningkatkan pemulihan maksimal.



5.      Evaluasi
Hasil asuhan keperawatan yang diharapkan adalah sebagai berikut :
1)         Terpenuhunya penuruna dan peningkatan adaptasi nyeri.
2)         Tercapainya fungsi sendi dan mencegah terjadinya deformitas.
3)         Tercapainya peningkatan fungsi anggota gerak yang terganggu.
4)         Tercapainya pemenuhan perawatan diri.
5)             Tercapainya penatalaksanaan pemeliharaan rumah dan mencegah penyakit degeneratif jangka panjang.
6)         Terpenuhinya pendidikan dan latihan dalam rehabilitasi. 


B. ASKEP GOUT

  1. Pengkajian
·      Aktivitas dan istirahat.
-          Nyeri pada sendi saat bergerak, nyeri bila menggunakan sepatu yang sempit.
-          Takut dan cemas untuk melakukan aktivitas ( mobilisasi ).
-          ROM menurun, malaise, fatigue. 
·      Sirkulasi
-          Pada fase kronis kemungkinan ada tanda-tanda hipertensi.
·           Nyeri.
-          Episode nyeri yang berdenyut, berat dan tidak dapat ditolerir.
-          Nyeri disertai dengan pembengkakan dan kemerahan dari sendi yang sakit.
·      Integritas ego.
-          Merasa dirinya tidak dapat melakukan aktivitas seperti sedia kala.
-          Cemas dan takut terhadap penyakitnya yang sulit disembuhkan.
-          Gangguan konsep diri.
·      Nutrisi dan cairan.
-          Konsumsi makanan / cairan menurun.
-          Mual / anoreksia.
-          Berat badan menurun.
·      Neurosensori.
-          Semutan pada daerah perifer (fase akut)
-          Bengkak pada daerah sendi.
·      Keamanan.
-          Demam subrefis.
-          ROM menurun, resiko injuri.
-          Adanya tophi, lesi.
·      Hygene.
-          Pemenuhan kebersihan diri berkurang.
-          Dependence.
·                     Pengetahuan
-          Riwayat penyakit gout pada keluarga.
-          Perawatan dirumah, pengetahuan.
-          Riwayat diet tinggi purin.

  1. Diagnosa keperawatan dan Intervensi
1.    Nyeri (akut/kronik) b.d kerusakan integritas jaringan sekunder pengendapan kristal asam urat (gout).
Intervensi :
·         Kaji rasa nyeri pasien, lokasi, intensitas (skala 0-10), catat faktor pencetus dan respon nonverbal.
·         Istirahatkan dan meninggikan kaki yang terkena serta berikan bantalan.
·         Kaji keinginan pasien untuk memperoleh kenyamanan dalam tidur ataupun duduk, anjurkan pasien untuk istirahat.
·         Pertahankan posisi fisiologis dengan benar Body Alignment yang baik, hindari gerakan yang cepat dan tiba-tiba.
·         Anjurkan pasien untuk terapi panas, mandi air hangat, kompres hangat pada bagiam yang sakit ataupun kompresdingin.
·         Ajarkan penggunaan teknik distraksi, massage.
·         Ajarkan penggunaan teknik managemen stress, relaksasi, terapi sentuhan, visualisasi, kembangkan imajinasi, self hipnotis dan kontrol pernapasan.
·         Lakukan perawatan dengan hati-hati terutama anggota badan yang sakit.
·         Anjurkan pasien untuk minum 2-3 liter cairan setiap hari.
·         Anjurkan untuk banyak makan makanan yang mengandung alkalin(susu, buah sitrus, daging)
·         Cegah agar tidak terjadi iritasi pada tophi (hindari sepatu yang sempit)
·         Bila sudah terjadi iritasi atau luka pada tophi lakukan perawatan dengan benar.
2.                   Kelemahan / penurunan mobilitas fisik b.d Nyeri, kekakuan, intoleransi aktivitas.
Intervensi :
·         Evaluasi adanya penurunan fungsi sendi.
·         Bantu pasien untuk melakukan latihan ROM secara pasif ataupun aktif.
·         Lakukan ambulasi dengan bantuan (walker/tongkat).
·         Berikan lingkungan yang aman, untuk mengurangi injuri.
·         Kolaborasi : Konsultasikan dengan bagian fisioterapi untuk latihan.
3.                   Gangguan konsep diri ( body image) b.d adanya perubahan kondisi fisik, penurunan mobilitas.
Intervensi :
·         Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaanya mengenai proses penyakitnya dan kemungkinan yang akan terjadi.
·         Diskusikan tentang kehilangan, berduka, hospitalisasi, bagaimana dalam menghadapi kehidupan, fungsinya dan termasuk masalah seksual.
·         Dorong pasien untuk dapat mandiri sesuai dengan kapasitasnya.
·         Memodifikasi pasien sesuai dengan kondisi pasien.
·         Libatkan pasien dalam merencanakan perawatan dan aktivitas sehari-hari.
·         Berikan support yang sesuai.
·         Kolaborasi : Konsultasikan pada psikiater atau psikolog.
4.                   Resiko tinggi terhadap perubahan penatalaksanaan pemeliharaan dirumah b.d. kurangnya pengetahuan tentang kondisi dan rencana tindakan, koping tidak efektif pada kondisi kronis.
Intervensi :
·         Berikan informasi tentang :
Kondisi penyakitnya (kesalahan genetik pada metabolisme purin)
Cara mengontrol nyeri dengan obat anti gout.
Menghindari faktor pencetus : makanan tinggi purin, alkohol, aspirin
·         Tentukan jenis peralatan yang dibutuhkan, pertimbangan ketersediaan.
·         Kaji lingkungan (keluarga) pasien dalam membantu perawatan pasien.
·         Bicarakan dampak perawatan untuk anggota keluarga yang sakit kronis.
·         Kaji faktor yang menentukan tentang masalah keuangan ( pasien, keluarga atau tetangga)

C. ASKEP OSTIOMELITIS
1. Pengkajian
o   Pasien yang datang dengan awitan gejala akut (mis. Nyeri lokal, pembengkakan, eritema, demam) atau kambuhan keluarnya pus dari sinus disertai nyeri, pembengkakan dan demam sedang.
o   kaji adanya faktor risiko (mis. Lansia, diabetes, terapi kortikosteroid jangka panjang) dan cedera, infeksi atau bedah ortopedi sebelumnya.
o   Pasien selalu menghindar dari tekanan didaerah tersebut dan melakukan gerakan perlindungan.
o   Pada osteomielitis akut, pasien akan mengalami kelemahan umum akibat reaksi sistemik infeksi.
o   Pemeriksaan fisik memperlihatkan adanya daerah inflamasi, pembengkakan nyata, hangat yang nyeri tekan. Cairan purulen dapat terlihat. Pasien akan mengalami kelemahan umum akibat reaksi sistemik infeksi.
o   Pasien akan mengalami peningkatan suhu tubuh.
o   Pada osteomielitis kronik, peningkatan suhu mungkin minimal, yang terjadi pada sore dan malam hari.

2. Diagnosis Keperawatan
Berdasarkan pada data pengkajian, diagnosa keperawatan pasien dengan osteomielitis dapat meliputi yang berikut :
1.      Nyeri yang berhubungan dengan inflamasi dan pembengkakan
2.      Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan nyeri, alat imobilisasi dan keterbatasan beban berat badan
3.      Risiko terhadap penyebaran infeksi, pembentukan abses tulang
4.      Kurang pengetahuan mengenai program pengobatan


3.      Intervensi Keperawatan
Nyeri yang berhubungan dengan inflamasi dan pembengkakan
o  imobilisasikan bagian yang terkena dengan bidai untuk mengurangi nyeri dan spasme otot.
o  Sendi diatas dan dibawah bagian yang terkena harus dibuat sedemikian sehingga masih dapat digerakkan sesuai rentangnya namun dengan lembut. Lukanya sendiri kadang terasa sangat nyeri dan harus ditangani dengan hati-hati dan perlahan.
o  Tinggikan bagian yang terkena untuk mengurangi pembengkakan dan ketidaknyamanan yang ditimbulkannya.
o  Pantau Status neurovaskuler ekstremitas yang terkena.
o  Lakukan Teknik manajemen nyeri seperti massage, distraksi, relaksasi, hipnotik untuk  mengurangi persepsi nyeri dan kolaborasi dengan medis untuk pemberian analgetik.


Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan nyeri, alat imobilisasi dan keterbatasan beban berat badan
o  Program pengobatan dengan membatasi aktivitas.
oLiindungi tulang dengan alat imobilisasi dan hindarkan  stres pada tulang karena  Tulang menjadi lemah akibat proses infeksi.
o  Berikan pemahaman tentang rasional pembatasan aktivitas.
o  Partisipasi aktif dalam kehidupan sehari-hari dalam batas fisik tetap dianjurkan untuk mempertahankan rasa sehat secara umum.

Risiko terhadap penyebaran infeksi, pembentukan abses tulang
o  Pantau respons pasien terhadap terapi antibiotika.
o  Observasi tempat pemasangan infus tentang adanya i flebitis atau infiltrasi.
o  Bila diperlukan pembedahan, harus dilakukan upaya untuk meyakinkan adanya peredaran darah Yang mewadai (pengisapan luka untak mencegah penumpukan cairan, peninggian daerah untuk memperbaiki aliran balik vena, menghindari tekanan pada daerah Yang di‑graft) untuk mempertahankan imobilitas Yang dibutuhkan, dan untuk memenuhi pembatasan beban berat badan.
o  Pantau kesehatann urnum dan nutrisi pasien.
o  Berikan diet protein seirnbang, vitamin C dan vitamin D dipilih untak meyakinkan adanya keseimbangan nitrogen dan merangsang penyembuhan.

Kurang pengetahuan mengenai program pengobatan
o    Pasien harus dalam keadaan stabil secara medis dan telah termotivasi, dan keluarga harus mendukung. Lingkungan rumah harus bersifat kondusif terhadap pro­mosi kesehatan dan sesuai dengan program terapeutik.
o    Pasien dan keluarganya harus memahami benar proto­kol antibiotika.
o    Ajarkan cara teknik balutan secara steril dan teknik kompres hangat. Pendi­dikan pasien sebelum pemulangan dari rurnah sakit dan supervisi serta dukungan Yang memadai dari perawatan di rumah sangat penting dalam keberhasilan penatalaksanaan osteomielitis di rumah.
o    Pantau dengan cermat menge­nai bertambahnya daerah nyeri atau peningkatan suhu Yang mendadak. Pasien diminta. untuk melakukan obser­vasi dan melaporkan bila terjadi peningkatan suhu, ke­luarnya pus, bau, dan bertambahnya inflamasi.

4.      Evaluasi
1.    Mengalami peredaan nyeri
a.    Melaporkan berkurangnya nyeri
b.    Tidak mengalami nyeri tekan di tempat terjadinya Infeksi
c.    Tidak mengalarni ketidaknyamanan bila bergerak
2.    Peningkatan mobilitas  isik
a.    Berpartisipasi‑dalam aktivitas perawatan~diri
b.    Mempertahankan fungsi penuh ekstremitas Yang sehat
c.    Memperlihatkan penggunaan alat imobilisasi dan alat bantu dengan aman
3.    Tiadanya infeksi
a.    Memakai antibiotika sesuai resep
b.    Suhu badan normal
c.    Tiadanya pembengkakan
d.   Tiadanya pus
e.    Angka leukosit dan laju endap darah kembali non‑nal
f.     Biakan darah negatif
4.    Mematuhi rencana terapeutik
a.         Memakai antibiotika sesuai resep
b.         Melindungi tulang yang lemah
c.         Memperlihatkan perawatan luka yang benar
d.        Melaporkan bila ada masalah segera
e.         Makan  diet seimbang dengan tinggi protein dan vitamin C dan D
f.          Mematuhi perjanjian untuk tindak lanjut
g.      Melaporkan peningkatan kekuatan


BAB IV
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Remathoid artritis  adalah penyakit inflamasi nonbakterial yang bersifat sistemik, progresif, cenderung kronis yang menyerang beberapa sistem organ, dan paling sering ditemukan di sendi. Penyebab Artritis reumatoid masih belum diketahui secara pasti walaupun banyak hal mengenai patologis penyakit ini telah terungkap. Penyakit Artritis reumatoid belum dapat dipastikan mempunyai hubungan dengan factor genetik . namun, berbagai faktor (termasuk kecenderungan genetik) bisa mempengaruhi reaksi antoimun. Faktor – faktor yang berperan antara lain adalah jenis kelamin, infeksi, keturunan dan lingkungan. Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor yang berperan dalam timbulnya penyakit Artritis reumatoid adalah jenis kelamin, keturunan, lingkungan, dan infeksi.
Gout adalah penyakit metebolik yang ditandai dengan penumpukan asam urat yang nyeri pada tulang sendi, sangat sering ditemukan pada kaki bagian atas, pergelangan dan kaki bagian tengah. Artritis pirai (gout) merupakan suatu sindrom klinik sebagai deposit kristal asam urat di daerah persendian yang menyebabkan terjadinya serangan inflamasi akut. Penyebab utama terjadinya gout adalah karena adanya deposit / penimbunan kristal asam urat dalam sendi. Penimbunan asam urat sering terjadi pada penyakit dengan metabolisme asam urat abnormal dan Kelainan metabolik dalam pembentukan purin dan ekskresi asam urat yang kurang dari ginjal.
Osteomielitis adalah infeksi tulang. Infeksi tulang lebih sulit disembuhkan daripada infeksi jaringan lunak karena terbatasnya asupan darah, respons jaringan terhadap inflamasi, tingginya tekanan jaringan dan pembentukan involukrum (pembentukan tulang baru di sekeliling jaringan tulang mati). Osteomeilitis dapat menjadi masalah kronis yang akan mempengaruhi kualitas hidup atau mengakibatkan kehilangan ekstremitas



B.     Saran
Setelah membaca makalah ini diharapkan Pembaca mampu memahami dan dapat memperdalam ilmu pengetahuan mengenai Klinik medikal bedah III, khususnya pada masalah remathoid artritis , gout dan osteomelitis , karena dengan pemahaman yang baik tentang suatu penyakit akan meningkatkan asuhan keperawatan terhadap klien dengan tepat dan benar .



















DAFTAR PUSTAKA

*   Lukman, Ningsih, Nurna. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jilid 1. Jakarta : Salemba Medika.
*   Muttaqin, Arif. 2008. Buku Aajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Muskuloskeletal. Cet.1. Jakarta : EGC.
*   Price, Sylvia.A. 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Ed.6 ; Cet.1 ; Jil.II. Jakarta : EGC.
*   Setiadi. 2007. Anatomi dan Fisiologi Manusia. Cet. 1. Yogyakarta : Graha Ilmu.
*   Suratun. 2008. Asuhan Keperawatan Klein Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Cet. 1.               Jakarta : EGC.
*   Syaifiddin. 2006. Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan. Ed.3 ; Cet. 1.              Jakarta : EGC.
*   Sjamsuhidajat.R; De Jong.W, Editor. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi, Cetakan Pertama, Penerbit EGC; Jakarta.1997. 1058-1064.
*   Sabiston. DC; alih bahasa: Andrianto.P; Editor Ronardy DH. Buku Ajar Bedah Bagian 2. Penerbit EGC; Jakarta.
*   Schwartz.SI; Shires.GT; Spencer.FC; alih bahasa: Laniyati; Kartini.A; Wijaya.C; Komala.S; Ronardy.DH; Editor Chandranata.L; Kumala.P. Intisari Prinsip Prinsip Ilmu Bedah. Penerbit EGC; Jakarta.2000.
*   Reksoprojo.S: Editor; Pusponegoro.AD; Kartono.D; Hutagalung.EU; Sumardi.R; Luthfia.C; Ramli.M; Rachmat. KB; Dachlan.M. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Penerbit Bagian Ilmu Bedah FKUI/RSCM; Jakarta.1995.





3 komentar:

Terima kasih untuk berbagi informasi , informasi itu sangat informatif dan membantu
OBAT ASAM URAT

Posting Komentar