Posisi menentukan prestasi Dan Prestasi menetukan Posisi

Rabu, 24 Oktober 2012

Tindakan Solmadapar Wajar




PONTIANAK – Aksi sejumlah mahasiswa di Bundaran Untan yang tergabung dalam organisasi Solmadapar yang mengecat tubuh mereka dengan warna putih—sebagai lambang golongan putih (golput)—mendapat tanggapan dari berbagai pihak. Ada yang mencela, ada yang mafhum.
Para aktivis Solmadapar tersebut menyerukan kepada masyarakat untuk tidak menggunakan hak suara alias golput. Menurut mereka, pada Kamis (20/9) pagi itu, proses Pilgub Kalbar 2012 masih belum transparan.
“Keterbukaan informasi masyarakat masih minim. Terutama tentang pelanggaran-pelanggaran pilkada yang terjadi. Kita juga tidak mendengar ada janji sanksi yang jelas pada mereka yang melanggar,” kata Vito, Humas Aksi tersebut kepada Rakyat Kalbar.
Tak hanya itu, Solmadapar menuding pelaporan dana kampanye dan daftar kekayaan para kandidat tak transparan. Proses penyelenggaraan pilgub, dinilai mereka, masih belum mampu memastikan bersihnya harta kekayaan para kandidat dari tindak pidana dan juga dugaan masih ada penggunaan dana siluman dalam kampanye.
Menurut Vito, banyak sekali dugaan pelanggaran yang terjadi selama proses pilkada berlangsung. Seperti dugaan pelanggaran zona kampanye, adanya dugaan pejabat negara yang terlibat dalam kampanye, bahkan sebelum masa kampanye sudah ada baliho yang dipasang terlebih dahulu. “Ada di antara tim kampanye yang memasang kembali setelah diturunkan Panwaslu,” ujarnya.
Solmadapar pun mengkritisi kepemimpinan hasil pilkada yang tidak secara signifikan membawa perubahan di Kalbar. “Hasil pilkada, tidak ada perubahan yang signifikan di Kalbar. Kalbar hanya maju dari angka, tetapi faktanya tidak begitu. Di lapangan masih banyak orang yang miskin, kesehatannya buruk, dan ekonomi lemah,” ungkap Vito.
Karena itu, Vito mengakhiri, mereka menyerukan kepada masyarakat untuk tidak menggunakan hak pilihnya.
Ajakan untuk golput tersebut mendapat kecaman dari Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) STAIN Pontianak, Yaqub. Menurutnya, ajakan Solmadapar terhadap masyarakat Kalbar untuk golput adalah tindakan yang salah, karena setiap orang mempunyai pilihan tersendiri dalam memilih pasangan pemimpinnya. “Dengan mereka mengajak masyarakat untuk golput berarti mereka menghilangkan hak dan kewajiban di setiap individu mereka masing-masing,” ujarnya.
Ditambahkannya, seharusnya mereka melakukan diskusi sebelum hal itu dilakukan, bukannya membuat masyarakat jadi ragu terhadap bakal pemimpin, sehingga tingkat golput Kalbar makin tinggi dibuatnya. “Dalam demokrasi, hasil dan prosesnya selayaknya dihormati,” pungkasnya.
Terpisah, Field Coordinator Transparency Internasional Indonesia Gemawan Kalbar H Iskandar Zailani, menjelaskan tindakan yang dilakukan Solmadapar kemarin merupakan tindakan yang wajar, karena Solmadapar merasa ada yang tidak beres dengan para cagub dan cawagub saat ini. “Alasan mengapa mahasiswa mengajak masyarakat golput karena mereka merasa tidak puas dengan kondisi sekarang, karena aturan demokrasi diinjak-diinjak partai politik dan juga tidak berfungsinya lembaga demokrasi sebagaimana kehendak rakyat dalam sistem demokrasi,” ucapnya.
Iskandar mengatakan tindakan mereka masih dalam tahap wajar karena mereka tidak memaksa masyarakat untuk golput. Solmadapar tentunya tahu kenapa mereka melakukan itu semua, masyarakat juga perlu tahu, apa yang diperjuangkan Solmadapar itu merupakan kenyataan keadaan politik dan demokrasi Kalbar saat ini.
Di tempat lain, akademisi Universitas Tanjungpura Pontianak Prof DR Chairil Effendi memilih berada di tengah-tengah. Dia mengatakan mahasiswa yang berdemo punya pikiran yang berbeda. Itu hak setiap orang. Meski demikian, menurutnya, harus ada pihak yang meng-counter.
“Kita rugi jika melalui demokrasi ini belum mampu mencerdaskan masyarakat,” kata Chairil singkat.

0 komentar:

Posting Komentar