Posisi menentukan prestasi Dan Prestasi menetukan Posisi

Senin, 25 Juni 2012

Asuhan Keperawatan Osteoporosis Dan Dislokasi Sendi


BAB I
PENDAHULUAN
  1. LATAR BELAKANG
1.      OSTEOPOROSIS
Osteoporosis adalah penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh penurunan densitas massa tulang dan perburukan mikroarsitektur tulang sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patah.
Dengan meningkatnya usia harapan hidup, maka berbagai penyakit degeneratif dan metabolik, termasuk osteoporosis akan menjadi permasalahan muskuloskletal yang memerlukan perhatian khusus, terutama di negara-negara berkembang.
Sejak dicanangkannya Bone Joint Decade(BJD) 2000-2010 osteoporosis menjadi penting, karena selain termasuk dalam 5 besar masalah kelainan muskuloskletal yang harus ditangani, juga kasusnya semakin meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah usia tua.
Pada umumnya pengobatan osteoporosis dibagi menjadi 2 bagian yaitu untuk menghambat hilangnya massa tulang dan disbut pencegahan primer dan untuk meningkatkan massa tulang yang disebut pencegahan sekunder.
Permasalahan terapi osteoporosis adalah kompleks dan erat hubungannya dengan cakupan penderita yang rendah akibat mahalnya biaya deteksi dini, pemeriksaan lanjutan dan obat-obatan untuk penyakit osteoporosis.Selain itu obat-obatan yang ada pun masih belum ada yang ideal karena masalah efikasi dan toleransi yang ditimbulkan oleh obat-obatan tersebut.



2.      DISLOKASI
Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi. Dislokasi ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya seluruh komponen tulang dari tempat yang seharusnya (dari mangkuk sendi). Seseorang yang tidak dapat mengatupkan mulutnya kembali sehabis membuka mulutnya adalah karena sendi rahangnya terlepas dari tempatnya. Dengan kata lain: sendi rahangnya telah mengalami dislokasi.
Dislokasi yang sering terjadi pada olahragawan adalah dislokasi sendi bahu dan sendi pinggul (paha). Karena terpeleset dari tempatnya, maka sendi itupun menjadi macet. Selain macet, juga terasa nyeri. Sebuah sendi yang pernah mengalami dislokasi, ligamen-ligamennya biasanya menjadi kendor. Akibatnya, sendi itu akan gampang dislokasi lagi.            
Skelet atau kerangka adalah rangkaian tulang yang mendukung dan me lindungin beberapa organ lunak, terutama dalam tengkorak dan panggul. Kerangka juga berfungsi sebagai alat ungkit pada gerakan dan menye diakan permukaan untuk kaitan otot-otot kerangka. Oleh karena fungsi tulang yang sangat penting bagi tubuh kita, maka telah semestinya tulang harus di jaga agar terhindar dari trauma atau benturan yang dapat mengakibatkan terjadinya patah tulang atau dislokasi tulang.
Dislokasi terjadi saat ligarnen rnamberikan jalan sedemikian rupa sehinggaTulang berpindah dari posisinya yang normal di dalam sendi. Dislokasi dapat disebabkan oleh faktor penyakit atau trauma karena dapatan (acquired) atau karena sejak lahir (kongenital).






  1. RUMUSAN MASALAH
1.      Apa yang dimaksud Osteoporosis dan Dislokasi sendi?
2.      Apa penyebab dari Osteoporosis dan Dislokasi sendi?
3.      Apa saja jenis dari Osteoporosis dan Dislokasi sendi itu?
4.      Bagaimana tanda dan gejala penyakit Osteoporosis dan Dislokasi sendi?
5.      Bagaimana asuhan keperawatan terhadap Osteoporosis dan Dislokasi sendi?

  1. TUJUAN
1.      Para mahasiswa dapat  mendeskripsikan apa yang dimaksud dengan Osteoporosis dan Dislokasi sendi.
2.      Para mahasiswa dapat mendeskripsikan penyebab terjadinya Osteoporosis dan Dislokasi sendi.
3.      Para mahasiswa dapat mendeskripsikan jenis-jenis Osteoporosis dan Dislokasi sendi.
4.      Para mehasiswa dapat mendeskripsikan tanda dan gejala (manifestasi klinik) dari Osteoporosis dan Dislokasi sendi.
5.      Para mahasiswa dapat mendeskripsikan Asuhan  Keperawatan pada pasien dengan Osteoporosis dan Dislokasi sendi.





BAB II
PEMBAHASAN

       I.            ASUHAN KEPERAWATAN OSTEOPOROSIS
A.     OSTEOPOROSIS
1.      DEFINISI OSTEOPOROSIS

Osteoporosis adalah penyakit metabolik tulang yang memiliki penurunan matrix dan proses mineralisasi yang normal tetapi massa atau densitas tulang berkurang (Gallagher, 1999).Pada osteoporosis , kecepatan resorpsi tulang melebihi kecepatan pembentukan tulang, sebagai akibatnya tulang menjadi keropos secara progresif dan dapat mengalami fraktur karena faktor normal atau stres.
Osteoporosis adalah suatu keadaan dimana terdapat pengurangan jaringan tulang perunit volume, sehingga tidak mampu melindungi/mencegah terjadinya fraktur terhadap trauma minimal. (Riadi Pramudiyo).


2.      KLASIFIKASI OSTEOPOROSIS

Dalam terapi hal yang perlu diperhatikan adalah mengenali klasifikasi osteoporosis dari penderita. Osteoporosis dibagi 3 , yaitu:
a.       Osteoporosis primer
Osteoporosis primer berhubungan dengan kelainan pada tulang, yang menyebabkan peningkatan proses resorpsi di tulang trabekula sehingga meningkatkan resiko fraktur vertebra dan Colles. Pada usia dekade awal pasca menopause, wanita lebih sering terkena daripada pria dengan perbandingan 6-8: 1 pada usia rata-rata 53-57 tahun.

b.      Osteoporosis sekunder
Osteoporosis sekunder disebabkan oleh penyakit, obat-obatan atau sebab lain di luar tulang.
c.       Osteoporosis idiopatik
Osteoporosis idiopatik terjadi pada laki-laki yang lebih muda dan pemuda pra menopause dengan faktor etiologik yang tidak diketahui.

3.      ETIOLOGI OSTEOPOROSIS

Ada 2 penyebab utama osteoporosis, yaitu pembentukan massa puncak tulang yang kurang baik selama masa pertumbuhan dan meningkatnya pengurangan setelah menopause massa tulang. Massa tulang meningkat secara konstan dan mencapai puncak sampai usia 40 tahun, pada wanita lebih muda sekitar 30-35 tahun. Walaupun demikian tulang yang hidup tidak pernah beristirahat dan akan selalu mengadakan remodelling dan memperbaharui cadangan mineralnya sepanjang garis beban mekanik. Faktor pengatur formasi dan resorpsi tulang dilaksanakan melalui 2 proses yang selalu berada dalam keadaan seimbang dan disebut coupling. Proses coupling ini memungkinkan aktivitas formasi tulang sebanding dengan aktivitas resorpsi tulang. Proses ini berlangsung 12 minggu pada orang muda dan 16-20 minggu pada usia menengah atau lanjut. Remodelling rate adalah 2-10% massa skelet per tahun.
Proses remodelling ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor lokal yang menyebabkan terjadinya satu rangkaian kejadian pada konsep Activation – Resorption – Formation (ARF). Proses ini dipengaruhi oleh protein mitogenik yang berasal dari tulang yang merangsang preosteoblas supaya membelah membelah menjadi osteoblas akibat adanya aktivitas resorpsi oleh osteoklas. Faktor lain yang mempengaruhi proses remodelling adalah faktor hormonal. Proses remodelling akan ditingkatkan oleh hormon paratiroid, hormon pertumbuhan dan 1,25 (OH)2 vitamin D. Sedang yang menghambat proses remodelling adalah kalsitonin, estrogen dan glukokortikoid. Proses-proses yang mengganggu remodelling tulang inilah yang menyebabkan osteoporosis.
Selain gangguan pada proses remodelling tulang faktor lainnya adalah pengaturan metabolisme kalsium dan fosfat. Walaupun terdapat variasi asupan kalsium yang besar, tubuh tetap memelihara konsentrasi kalsium serum pada kadar yang tetap. Pengaturan homeostasis kalsium serum dikontrol oleh organ tulang, ginjal dan usus melalui pengaturan paratiroid hormon (PTH), hormon kalsitonin, kalsitriol (1,25(OH)2 vitamin D) dan penurunan fosfat serum. Faktor lain yang berperan adalah hormon tiroid, glukokortikoid dan insulin, vitamin C dan inhibitor mineralisasi tulang (pirofosfat dan pH darah). Pertukaran kalsium sebesar 1.000 mg/harinya antara tulang dan cairan ekstraseluler dapat bersifat kinetik melalui fase formasi dan resorpsi tulang yang lambat. Absorpsi kalsium dari gastrointestinal yang efisien tergantung pada asupan kalsium harian, status vitamin D dan umur. Didalam darah absorpsi tergantung kadar protein tubuh, yaitu albumin, karena 50% kalsium yang diserap oleh tubuh terikat oleh albumin, 40% dalam bentuk kompleks sitrat dan 10% terikat fosfat.
Disini ada faktor penyebab lain yang bisa menimbulkan terjadinya Osteoporosis, diantaranya adalah :
a.       Osteoporosis Postmenopausal
Terjadi disebabkan karena kekurangan hormon estrogen (hormon utama pada wanita) yang membantu mengatur pengangkutan kalsium ke dalam tulang pada wanita. Biasanya gejala timbul pada wanita yang berusia di antara 51-75 tahun, tetapi bisa mulai muncul lebih cepat ataupun lebih lambat. Tidak semua wanita memiliki risiko yang sama untuk menderita osteoporosis postmenopausal, wanita kulit putih dan daerah timur lebih mudah menderita penyakit ini daripada wanita kulit hitam.

b.      Osteoporosis Senilis
Proses terjadinya akibat dari kekurangan kalsium yang berhubungan dengan makin bertambahnya usia dan ketidakseimbangan antara kecepatan hancurnya tulang dan pembentukan regenerasi sel tulang yang baru. Kata Senilis sendiri memiliki makna yakni keadaan yang hanya terjadi pada usia lanjut. Sesuai dengan istilahnya, osteoporosis jenis ini biasanya terjadi pada usia diatas 70 tahun dan 2 kali lebih sering menyerang wanita.
c.       Osteoporosis Sekunder
Dialami kurang dari 5% penderita osteoporosis. Kondisi osteoporosis sekunder ini sendiri disebabkan oleh keadaan medis lainnya atau oleh obat-obatan. Bisa juga disebabkan oleh kondisi medis seperti gagal ginjal kronis dan kelainan hormonal (terutama tiroid, paratiroid dan adrenal) dan obat-obatan (misalnya kortikosteroid, barbiturat, anti-kejang dan hormon tiroid yang berlebihan). Pemakaian alkohol yang berlebihan dan merokok bisa memperburuk keadaan osteoporosis.
d.      Osteoporosis juvenil idiopatik
Merupakan jenis osteoporosis yang penyebabnya tidak diketahui. Hal ini terjadi pada anak-anak dan dewasa muda yang memiliki kadar dan fungsi hormon yang normal, kadar vitamin yang normal dan tidak memiliki penyebab yang jelas dari rapuhnya tulang.

4.      FAKTOR RESIKO OSTEOPOROSIS
Ada beberapa factor resiko yang dapat menyebabkan terjadinya osteoporosis, antara lain adalah :
a.       Usia
§  Tiap peningkatan 1 dekade, resiko meningkat 1,4-1,8
b.      Genetik
§  Etnis (kaukasia dan oriental > kulit hitam dan polinesia)
§  Seks (wanita > pria)
§  Riwayat keluarga
c.       Lingkungan dan lainnya
§  Defisiensi kalsium
§  Aktivitas fisik kurang
§  Obat-obatan (kortikosteroid, anti konvulsan, heparin, siklosporin)
§  Merokok, alkohol
§  Resiko terjatuh yang meningkat (gangguan keseimbangan, licin, gangguan penglihatan)
§  Hormonal dan penyakit kronik, seperti :
o   Defisiensi estrogen, androgen
o   Tirotoksikosis, hiperparatiroidisme primer, hiperkortisolisme
o   Penyakit kronik (sirosis hepatis, gangguan ginjal, gastrektomi)
§  Sifat fisik tulang, yaitu :
o   Densitas (massa)
o   Ukuran dan geometri
o   Mikroarsitektur
o   Komposis
Selain itu, ada pula factor resiko fraktur panggul, yaitu :
§  Kelainan neuromuscular
§  Gangguan penglihatan
§  Gangguan keseimbangan



a.       Peningkatan fragilitas tulang
§  Densitas massa tulang rendah
§  Hiperparatiroidisme
b.      Gangguan penyediaan energy
§  Malabsorpsi
5.      PATOFISIOLOGI OSTEOPOROSIS

Pembentukan ulang tulang adalah suatu proses yang terus menerus. Pada osteoporosis, massa tulang berkurang, yang menunjukkan bahwa laju resorpsi tulang pasti melebihi laju pembentukan tulang. Pembentukan tulang lebih banyak terjadi pada korteks.
a.       Proses Remodelling Tulang dan Homeostasis Kalsium
Kerangka tubuh manusia merupakan struktur tulang yang terdiri dari substansi organik (30%) dan substansi mineral yang paling banyak terdiri dari kristal hidroksiapatit (95%) serta sejumlah mineral lainnya (5%) seperti Mg, Na, K, F, Cl, Sr dan Pb. Substansi organik terdiri dari sel tulang (2%) seperti osteoblas, osteosit dan osteoklas dan matriks tulang (98%) terdiri dari kolagen tipe I (95%) dan protein nonkolagen (5%) seperti osteokalsin, osteonektin, proteoglikan tulang, protein morfogenik tulang, proteolipid tulang dan fosfoprotein tulang.
Tanpa matriks tulang yang berfungsi sebagai perancah, proses mineralisasi tulang tidak mungkin dapat berlangsung. Matriks tulang merupakan makromolekul yang sangat bersifat anionik dan berperan penting dalam proses kalsifikasi dan fiksasi kristal hidroksi apatit pada serabut kolagen. Matriks tulang tersusun sepanjang garis dan beban mekanik sesuai dengan hukum Wolf, yaitu setiap perubahan fungsi tulang akan diikuti oleh perubahan tertentu yang menetap pada arsitektur internal dan penyesuaian eksternal sesuai dengan hukum matematika. Dengan kata lain, hukum Wolf dapat diartikan sebagai “bentuk akan selalu mengikuti fungsi”.
b.      Patogenesis Osteoporosis primer
Setelah menopause maka resorpsi tulang akan meningkat, terutama pada dekade awal setelah menopause, sehingga insidens fraktur, terutama fraktur vertebra dan radius distal meningkat. Estrogen juga berperan menurunkan produksi berbagai sitokin oleh bone marrow stromal cells dan sel-sel mononuklear, seperti IL-1, IL-6 dan TNF-α yang berperan meningkatkan kerja osteoklas, dengan demikian penurunan kadar estrogen akibat menopause akan meningkatkan produksi berbagai sitokin tersebut sehingga aktivitas osteoklas meningkat.
Untuk mengatasi keseimbangan negatif kalsium akibat menopause, maka kadar PTH akan meningkat pada wanita menopause, sehingga osteoporosis akan semakin berat. Pada menopause, kadangkala didapatkan peningkatan kadar kalsium serum, dan hal ini disebabkan oleh menurunnya volume plasma, meningkatnya kadar albumin dan bikarbonat, sehingga meningkatkan kadar kalsium yang terikat albumin dan juga kadar kalsium dalam bentuk garam kompleks. Peningkatan bikarbonat pada menopause terjadi akibat penurunan rangsang respirasi, sehingga terjadi relatif asidosis respiratorik.
c.       Patogenesis Osteoporosis Sekunder
Selama hidupnya seorang wanita akan kehilangan tulang spinalnya sebesar 42% dan kehilangan tulang femurnya sebesar 58%. Pada dekade ke-8 dan 9 kehidupannya, terjadi ketidakseimbangan remodeling tulang, dimana resorpsi tulang meningkat, sedangkan formasi tulang tidak berubah atau menurun. Hal ini akan menyebabkan kehilangan massa tulang, perubahan mikroarsitektur tulang dan peningkatan resiko fraktur.
Defisiensi kalsium dan vitamin D juga sering didapatkan pada orang tua. Hal ini disebabkan oleh asupan kalsium dan vitamin D yang kurang, anoreksia, malabsorpsi dan paparan sinar matahari yang rendah. Defisiensi vitamin K juga akan menyebabkan osteoporosis karena akan meningkatkan karboksilasi protein tulang misalnya osteokalsin. Penurunan kadar estradiol dibawah 40 pMol/L pada laki-laki akan menyebabkan osteoporosis, karena laki-laki tidak pernah mengalami menopause (penurunan kadar estrogen yang mendadak), maka kehilangan massa tulang yang besar seperti pada wanita tidak pernah terjadi. Dengan bertambahnya usia, kadar testosteron pada laki-laki akan menurun sedangkan kadar Sex Hormone Binding Globulin (SHBG) akan meningkat. Peningkatan SHBG akan meningkatkan pengikatan estrogen dan testosteron membentuk kompleks yang inaktif.
Faktor lain yang juga ikut berperan terhadap kehilangan massa tulang pada orang tua adalah faktor genetik dan lingkungan (merokok, alkohol, obat-obatan, imobilisasi lama). Resiko fraktur yang juga harus diperhatikan adalah resiko terjatuh yang lebih tinggi pada orang tua dibandingkan orang yang lebih muda. Hal ini berhubungan dengan penurunan kekuatan otot, gangguan keseimbangan dan stabilitas postural, gangguan penglihatan, lantai yang licin atau tidak rata, dll.

6.      MANIFESTASI KLINIS OSTEOPOROSIS
Kepadatan tulang berkurang secara perlahan (terutama pada penderita osteoporosis senilis), sehingga pada awalnya osteoporosis tidak menimbulkan gejala. Beberapa penderita tidak memiliki gejala.Jika kepadatan tulang sangat berkurang sehingga tulang menjadi kolaps atau hancur, maka akan timbul nyeri tulang dan kelainan bentuk.
Kolaps tulang belakang menyebabkan nyeri punggung menahun. Tulang belakang yang rapuh bisa mengalami kolaps secara spontan atau karena cedera ringan. Biasanya nyeri timbul secara tiba-tiba dan dirasakan di daerah tertentu dari punggung, yang akan bertambah nyeri jika penderita berdiri atau berjalan. Jika disentuh, daerah tersebut akan terasa sakit, tetapi biasanya rasa sakit ini akan menghilang secara bertahap setelah beberapa minggu atau beberapa bulan. Jika beberapa tulang belakang hancur, maka akan terbentuk kelengkungan yang abnormal dari tulang belakang (punuk Dowager), yang menyebabkan ketegangan otot dan sakit.
Tulang lainnya bisa patah, yang seringkali disebabkan oleh tekanan yang ringan atau karena jatuh. Salah satu patah tulang yang paling serius adalah patah tulang panggul. Yang juga sering terjadi adalah patah tulang lengan (radius) di daerah persambungannya dengan pergelangan tangan, yang disebut fraktur Colles. Selain itu, pada penderita osteoporosis, patah tulang cenderung menyembuh secara perlahan.
Osteoporosis dapat berjalan lambat selama beberapa dekade, hal ini disebabkan karena osteoporosis tidak menyebabkan gejala fraktur tulang. Beberapa fraktur osteoporosis dapat terdeteksi hingga beberapa tahun kemudian. Tanda klinis utama dari osteoporosis adalah fraktur pada vertebra, pergelangan tangan, pinggul, humerus, dan tibia. Gejala yang paling lazim dari fraktur korpus vertebra adalah nyeri pada punggung dan deformitas pada tulang belakang. Nyeri biasanya terjadi akibat kolaps vertebra terutama pada daerah dorsal atau lumbal. Secara khas awalnya akut dan sering menyebar kesekitar pinggang hingga kedalam perut. Nyeri dapat meningkat walaupun dengan sedikit gerakan misalnya berbalik ditempat tidur. Istirahat ditempat tidaur dapat meringankan nyeri untuk sementara, tetapi akan berulang dengan jangka waktu yang bervariasi. Serangan nyeri akut juga dapat disertai oleh distensi perut dan ileus.
Seorang dokter dan perawat harus waspada terhadap kemungkinan osteoporosis bila didapatkan :
§  Patah tulang akibat trauma yang ringan.
§  Tubuh makin pendek, kifosis dorsal bertambah, nyeri tulang.
§  Gangguan otot (kaku dan lemah)
Secara kebetulan ditemukan gambaran radiologik yang khas.


7.      PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK OSTEOPOROSIS
Diagnosis osteoporosis umumnya secara klinis sulit dinilai, karena tidak ada rasa nyeri pada tulang saat osteoporosis terjadi walau osteoporosis lanjut. Khususnya pada wanita-wanita menopause dan pasca menopause, rasa nyeri di daerah tulang dan sendi dihubungkan dengan adanya nyeri akibat defisiensi estrogen. Masalah rasa nyeri jaringan lunak (wallaca tahun1981) yang menyatakan rasa nyeri timbul setelah bekerja, memakai baju, pekerjaan rumah tangga, taman dll. Jadi secara anamnesa mendiagnosis osteoporosis hanya dari tanda sekunder yang menunjang terjadinya osteoporosis seperti :
a.       Tinggi badan yang makin menurun.
b.      Obat-obatan yang diminum.
c.       Penyakit-penyakit yang diderita selama masa reproduksi,klimakterium
d.      Jumlah kehamilan dan menyusui.
e.       Bagaimana keadaan haid selama masa reproduksi
f.        Apakah sering beraktivitas di luar rumah , sering mendapat paparan matahari cukup
g.       Apakah sering minum susu? Asupan kalsium lainnya.
h.       Apakah sering merokok, minum alkohol?

8.      PEMERIKSAAN FISIK OSTEOPOROSIS

Tinggi badan dan berat badan harus diukur pada setiap penderita osteoporosis. Demikian juga gaya berjalan penderita osteoporosis, deformitas tulang, nyeri spinal. Penderita dengan osteoporosis sering menunjukkan kifosis dorsal atau gibbus dan penurunan tinggi badan.
a.       Pemeriksaan Radiologis
Gambaran radiologik yang khas pada osteoporosis adalah penipisan korteks dan daerah trabekuler yang lebih lusen. Hal ini akan tampak pada tulang-tulang vertebra yang memberikan gambaran picture-frame vertebra.
b.      Pemeriksaan Densitas Massa tulang (Densitometri)
Densitas massa tulang berhubungan dengan kekuatan tulang dan resiko fraktur . untuk menilai hasil pemeriksaan Densitometri tulang, digunakan kriteria kelompok kerja WHO, yaitu:
§  Normal bila densitas massa tulang di atas -1 SD rata-rata nilai densitas massa tulang orang dewasa muda (T-score).
§  Osteopenia bila densitas massa tulang diantara -1 SD dan -2,5 SD dari T-score.

9.      PENCEGAHAN OSTEOPOROSIS
Pencegahan osteoporosi meliputi:
a.       Mempertahankan atau meningkatkan kepadatan tulang dengan mengkonsumsi kalsium yang cukup
b.      Melakukan olahraga dengan beban.
c.       Mengkonsumsi obat (untuk beberapa orang tertentu).
Mengkonsumsi kalsium dalam jumlah yang cukup sangat efektif, terutama sebelum tercapainya kepadatan tulang maksimal (sekitar umur 30 tahun). Minum 2 gelas susu dan tambahan vitamin D setiap hari, bisa meningkatkan kepadatan tulang pada wanita setengah baya yang sebelumnya tidak mendapatkan cukup kalsium. Akan tetapi tablet kalsium dan susu yang dikonsumsi setiap hari akhir - akhir ini menjadi perdebatan sebagai pemicu terjadi osteoporosis, berhubungan dengan teori osteoblast.Olah raga beban (misalnya berjalan dan menaiki tangga) akan meningkatkan kepadatan tulang. Berenang tidak meningkatkan kepadatan tulang.
Estrogen membantu mempertahankan kepadatan tulang pada wanita dan sering diminum bersamaan dengan progesteron. Terapi sulih estrogen paling efektif dimulai dalam 4-6 tahun setelah menopause; tetapi jika baru dimulai lebih dari 6 tahun setelah menopause, masih bisa memperlambat kerapuhan tulang dan mengurangi risiko patah tulang. Raloksifen merupakan obat menyerupai estrogen yang baru, yang mungkin kurang efektif daripada estrogen dalam mencegah kerapuhan tulang, tetapi tidak memiliki efek terhadap payudara atau rahim. Untuk mencegah osteroporosis, bisfosfonat (contohnya alendronat), bisa digunakan sendiri atau bersamaan dengan terapi sulih hormon.

10.  DAMPAK PSIKOLOGIS OSTEOPOROSIS

Dampak psikologsi osteoporosis menurut darmono s (2008),fraktur osteoporosis menimbulkan depresi ,ansietas, gangguan tidur,dan ketakutan akan jatuh. Beberapa penelitian menimbulkan, terdapat hubungan erat antara depresi dan osteoporosis ,sifat hubungannya timbal balik. Ketidakmampuan klien osteoporosis memilih mekanisme koping yang rasional dalam menghadapi keterbatasannya, akan memicu timbulnya depresi. Sebaliknya, semakin sering seseorang mengalami stress dan depresi, akan memicu disregulasi hormone tubuh, khususnya kortisol yang berpengaruh buruk terhadap osteophenia dan osteoporosis.
Ansietas dan gangguan tidur,termasuk masalah yang sering di jumpai pada klien osteoporosis. Ansietas bila muncul dalam bentuk berat berupa seranagan panik akut, atau kecemasan berlebihan terhadap masa depan. Gangguan tidur sering terkait dengan nyeri kronis,ansietas biasanya timbul dalam bentuk ketakutan yang berlebihan dan kadang tidak masuk akal.K lien menjadi sangat hati-hati mengurangi secara dcrastis kegiatan olohraganya.



11.  PENATALAKSANAAN OSTEOPOROSIS

Terapi pada osteoporosis harus mempertimbangkan 2 hal, yaitu terapi pencegahan yang pada umumnya bertujuan untuk menghambat hilangnya massa tulang. Dengan cara yaitu memperhatikan faktor makanan, latihan fisik ( senam pencegahan osteoporosis), pola hidup yang aktif dan paparan sinar ultra violet. Selain itu juga menghindari obat-obatan dan jenis makanan yang merupakan faktor resiko osteoporosis seperti alkohol, kafein, diuretika, sedatif, kortikosteroid.
Selain pencegahan, tujuan terapi osteoporosis adalah meningkatkan massa tulang dengan melakukan pemberian obat-obatan antara lain hormon pengganti (estrogen dan progesterone dosis rendah). Kalsitrol, kalsitonin, bifosfat, raloxifene, dan nutrisi seperti kalsium serta senam beban.
Pembedahan pada pasien osteoporosis dilakukan bila terjadi fraktur, terutama bila terjadi fraktur panggul.


B.     ASUHAN KEPERAWATAN PADA OSTEOPOROSIS

1.      PENGKAJIAN
a.       Riwayat kesehatan
Anamnese memgang peranan penting pada evaluasi penderita osteoporosis. Kadang-kdang keluhan utama mengarahkan ke Diagnosis, misalnya fraktur kolum femoris pada osteoporosis. Faktor lain yang diperhatikan adalah umur, jenis kelamin, ras, status haid, fraktur pada trauma minimal, imobilisasi lama, penurunan tinggi badan pada orang tua, kurangnya paparan sinar matahari, asupan kalsium, fosfor dan vitamin D, latihan teratur dan bersifat weight bearing.
Obata-obatan yang diminum jangka panjang harus diperhatikan, seperti kortikosteroid, hormon tiroid, anti konvulsan, antasida yang mengandung aluminium, sodium florida, dan bifosfonat etidronat, alkohol dan merokok juga merupakan faktor resiko terjadinya osteoporosis.Penyakti lain yang harus ditanyakan juga berhubungan d engan osteoporosis adalah penyakit ginjal, saluran cerna, hati, endokrine dan isufisiensi pankreas.
Riwayat haid, umur menarche dan menopause, penggunaan obat kontrasepsi juga diperhatikan. Riwayat keluarga dengan osteoporosis juga harus diperhatikan karena ada beberapa penyakti tulang metabolik yang bersifat herediter.
b.      Pengkajian psikososial
Gambaran klinik penderita dengan osteoporosis adalah wanita post menopause dengan keluhan nyeri punggung yang merupakan faktor predisposisi adanya multiple fraktur karena trauma. Perawat perlu mengkaji konsep diri penderita terutama body image khususnya kepada penderita kiposis berat.
Klien mungkin membatasi onteraksi sosial sebab adanya perubahan yang tampak atau keterbatas fisik, ,tidak mampu duduk di kursi danlain-lain. Perubahan seksual bisa terjadi karena harga diri rendah atau tidak nyaman selam posisi intercoitus.
Osteoporosis bisa menyebabkan fraktur berulang maka perlu dikaji perasaan cemas dan takut bagi penderita.
c.       Pola aktivitas sehari-hari
Pola aktivitas dan latihan biasanya berhubungan dengan olah raga. Pengisian waktu luang dan rekreasi, berpakaian, makan, mandi dan toilet. Olah raga dapat membentuk pribadi yang baik dan individu akan merasa lebih baik. Selain itu mempertahankan tonus otot dan gerakan sendi. Untuk usia lanjut perlu aktivitas yang adequat untuk mempertahankan fungsi tubuh. Aktivitas tubuh memerlukan interaksi yang kompleks antara saraf dan muskoloskletal. Beberapa perubahan yang terjadi sehubungan denga nmenurunnya gerak persendian adalah agifity (kemampuan gerak cepat dan lancar menurun), stamina menurun, koordinasi menurun dan dexterity (kemampuan memanipulasi keterampilan motorik halus menurun).


2.      PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik persistem :
a.       Sistem pernafasan
Terjadi perubahan pernafasan pada kasus kiposis berat, karena penekanan pada fungsional paru.
b.      Sistem kardiovaskuler
c.       Sistem persyarafan
Nyeri punggung yang disertai pembatasan pergerakan spinal yang disadari dan halus merupakan indikasi adanya fraktur satu atau lebih fraktur kompresi vertebral.
d.      Sistem perkemihan
e.       Sistem Pencernaan
Pembatasan pergerakan dan deformitas spinal mungkin menyebabkan konstipasi, abdominal distance.
f.        Sistem musklooskletal
Inspeksi dan palpasi pada daerah columna vertebralis, penderita dengan osteoporosis seirng menunjukkan kiposis atau gibbus (dowager’s hump) dan penurunan tinggi badan dan berat badan.
Adanya perubahan gaya berjalan, deformitas tulang, leg-length inequality, nyeri spinal. Lokasi fraktur yang sering terjadi adalah antara vertebrae thorakalis 8 dan lumbalis 3.


Pengkajian kapaerawatan menurut segi kebutuhan:
a.       Aktivitas / Istirahat.
Gejala : kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton.
Tanda :Frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, takipnea.
b.      Sirkulasi
Gejala :Riwayat Hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner/katupdan penyakit cebrocaskuler, episodepalpitasi.
Tanda : Kenaikan TD, Nadi denyutan jelas dari karotis, jugularis,radialis, tikikardi, murmur stenosis valvular, distensi vena jugularis,kulit pucat, sianosis, suhu dingin (vasokontriksi perifer) pengisiankapiler mungkin lambat/ bertunda.
c.       Integritas Ego
Gejala :Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, factor stress multiple(hubungan, keuangan, yang berkaitan dengan pekerjaan).
Tanda : Letupan suasana hati, gelisah, penyempitan continue perhatian,tangisan meledak, otot muka tegang, pernafasan menghela, peningkatan pola bicara.
d.      Eliminasi
Gejala : Gangguan ginjal saat ini atau (seperti obstruksi atau riwayatpenyakit ginjal pada masa yang lalu).
e.       Makanan/cairan
Gejala: Makanan yang disukai yang mencakup makanan tinggi garam, lemak serta kolesterol, mual, muntah dan perubahan berat badan (BB) akhir akhir ini (meningkat/turun).Riwayat penggunaan obat-obatan  diuretik.
Tanda: Berat badan normal atau obesitas,, adanya edema, glikosuria.
f.        Neurosensori
Genjala: Keluhan pening pening/pusing, berdenyu, sakit kepala,subojksipital (terjadi saat bangun dan menghilangkan secara spontan setelah beberapa jam), Gangguan penglihatan (diplobia, penglihatan kabur, epistakis).
Tanda: Status mental, perubahan keterjagaan, orientasi, pola/isi bicara,efek, proses piker, penurunan keuatan genggaman tangan.
g.       Nyeri/ketidaknyaman
Gejala: Angina (penyakit arteri koroner/ keterlibatan jantung),sakitkepala.
h.       Pernafasan
Gejala : Dispnea yang berkaitan dari kativitas/kerja takipnea,ortopnea,dispnea, batuk dengan/tanpa pembentukan sputum, riwayat merokok.
Tanda: Distress pernafasan/penggunaan otot aksesori pernafasan bunyinafas tambahan (krakties/mengi), sianosis.
i.         Keamanan
Gejala: Gangguan koordinasi/cara berjalan, hipotensi postural.

j.        Pembelajaran/Penyuluhan
Gejala: Faktor resiko keluarga: hipertensi, aterosporosis, penyakitjantung,DM.
Faktor faktor etnik seperti: orang Afrika-amerika, Asia Tenggara, penggunaan pil KB atau hormone lain, penggunaan alcohol/obat.

3.      MANIFESTASI RADIOLOGI

a.       Gejala radiologi yang khas adalah densitas atau massa tulang yang menurun yang dapat dilihat pada vertebrae spinalis. Dinding depat corpus vertebral bisanya merupakan lokalisasi yang paling berat. Penipisan cortex dan hilangnya trabeculla transversal merupakankelainan yang sering didapat.
Lemahnya corpus vertebrae menyebabkan penonjolan yang menggelembung dari nuklieus pulposus ke dalam ruang intervertebralis dan menyebabkan deformitas mbiconcave.
b.      Ct-Scan, dengan alat ini dapat diukur densitas tualgn secara kunatitatif yang mempunyai nilai penting dalam dignostik dan follow up terapi. Vertebral mineral di atas 110 mg/cm3 biasanya tidakmenimbulkan fraktur vertebrae atau penonjolan, sedangkan dibawah 65 mg/cm3 hampir semua penderita mengalami fraktur.

4.      PEMERIKSAAN LABORATORIUM

a.       Kadar Ca, P dan alkali posfatase tidak menunjukkan kelainan yang nyata.
b.      Kadar HPT (pada post menopause kadar HPT meningkat) dan Ct (terapi estrogen merangsang pembentukan Ct)
c.       Kadar 1,25-(OH)2-D3 dan absorbsi CA menurun.
d.      Ekskresi fosfat dan hydroksyproline terganggu sehingga meningkat kadarnya.






5.      DIAGNOSA KEPERAWATAN
a.       Nyeri akut yang berhubungan dengan dampak sekunder dari fraktur vertebra ditandai dengan klien mengeluh nyeri tulang belakang, mengeluh bengkak pada pergelangan tangan, terdapat fraktur traumatic pada vertebra, klien tampak meringis.
b.      Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan disfungsi sekunder akibat perubahan skeletal (kifosis) , nyeri sekunder, atau fraktur baru ditandai dengan klien mengeluh kemampuan gerak cepat menurun, klien mengatakan badan terasa lemas, stamina menurun, dan terdapat penurunan tinggi badan
c.       Risiko cedera yang berhubungan dengan dampak sekunder perubahan skeletal dan ketidakseimbangan tubuh ditandai dengan klien mengeluh kemampuan gerak cepat menurun, tulang belakang terlihat bungkuk
d.      Kurang perawatan diri yang berhubungan dengan keletihan atau gangguan gerak ditandai dengan klien mengeluh nyeri pada tulang belakang, kemampuan gerak cepat menurun, klien mengatakan badan terasa lemas dan stamina menurun serta terdapat fraktur traumatic pada vertebra dan menyebabkan kifosis angular
e.       Gangguan citra diri yang berhubungan dengan perubahan dan ketergantungan fisik serta psikologis yang disebabkan oleh penyakit atau terapi ditandai dengan klien mengatakan membatasi pergaulan dan tampak menggunakan penyangga tulang belakang (spinal brace)
f.        Gangguan eleminasi alvi yang berhubungan dengan kompresi saraf pencernaan ileus paralitik ditandai dengan klien mengatakan buang air besar susah dan keras.
g.       Kurang pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi yang berhubungan dengan kurang informasi, salah persepsi ditandai dengan klien mengatakan kurang ,mengerti tentang penyakitnya, klien tampak gelisah.

6.      INTERVENSI  KEPERAWATAN
a.      Nyeri akut yang berhubungan dengan dampak sekunder dari fraktur vertebra ditandai dengan klien mengeluh nyeri tulang belakang, mengeluh bengkak pada pergelangan tangan, terdapat fraktur traumatic pada vertebra, klien tampak meringis.
                                    Tujuan :
Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan nyeri berkurang dengancriteria hasil klien dapat mengekspresikan perasaan nyerinya, klien dapat tenang dan istirahat, klien dapat mandiri dalam penanganan dan perawatannya secara sederhana.
Intervensi :
1.      Evaluasi keluhan nyeri/ketidaknyamanan, perhatikan lokasi dan karakteristik termasuk intensitas (skala 1-10). Perhatikan petunjuk nyeri nonverbal (perubahan pada tanda vital dan emosi/prilaku).
Rasional : Mempengaruhi pilihan/pengawasan keefektifan intervensi.
2.      Ajarkan klien tentang alternative lain untuk mengatasi dan mengurangi rasa nyerinya.
Rasional : alternative lain untuk mengatasi nyeri misalnya kompres hangat, mengatur posisi untuk mencegah kesalahan posisi pada tulang/jaringan yang cedera.
3.      Dorong menggunakan teknik manajemen stress contoh relaksasi progresif, latihan nafasa dalam, imajinasi visualisasi, sentuhan teraupetik.
Rasional : Memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa control dan dapat meningkatkan kemampuan koping dalam manajemen nyeri yang mungkin menetap untuk periode lebih lama.
4.      Kolaborasi dalam pemberian obat sesuai indikasi.
Rasional : diberikan untuk menurunkan nyeri.

b.      Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan disfungsi sekunder akibat perubahan skeletal (kifosis), nyeri sekunder, atau fraktur baru ditandai dengan klien mengeluh kemampuan gerak cepat menurun, klien mengatakan badan terasa lemas, stamina menurun, dan terdapat penurunan tinggi badan.
Tujuan :
setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien mampu melakukan mobilitas fisik dengan criteria hasil klien dapat meningkatkan mobilitas fisik, berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan/diperlukan, klien mampu melakukan aktivitas hidup sehari-hari secara mandiri.
Intervensi :
1.      Kaji tingkat kemampuan klien yang masih ada.
Resiko : sebagai dasar untuk memberikan alternative dan latihan gerak yang sesuai dengan kemampuannya.
2.      Rencanakan tentang pemberian program latihan, ajarkan klien tentang aktivitas hidup sehari-hari yang dapat dikerjakan.
Resiko : latihan akan meningkatkan pergerakan otot dan stimulasi sirkulasi darah.
3.      Berikan dorongan untuk melakukan aktivitas /perawatan diri secara bertahap jika dapat ditoleransi.Berikan bantuan sesuai kebutuhan.
Resiko : kemajuan aktivitas bertahap mencegah peningkatan kerja jantung tiba-tiba, memberikan bantuan hanya sebatas kebutuhan akan mendorong kemandirian dalam melakukan aktivitas.






c.       Risiko cedera yang berhubungan dengan dampak sekunder perubahan skeletal dan ketidakseimbangan tubuh ditandai dengan klien mengeluh kemampuan gerak cepat menurun, tulang belakang terlihat bungkuk.
Tujuan :
cedera tidak terjadi dengan criteria hasil klien tidak jatuh dan tidak mengalami fraktur, klien dapat menghindari aktivitas yang mengakibatkan fraktur.
Intervensi :
1.      Ciptakan lingkungan yang bebas dari bahaya missal : tempatkan klien pada tempat tidur rendah, berikan penerangan yang cukup, tempatkan klien pada ruangan yang mudah untuk diobservasi.
Rasional : menciptakan lingkungan yang aman mengurangi risiko terjadinya kecelakaan.
2.      Ajarkan pada klien untuk berhenti secara perlahan,tidak naik tangga dan mengangkat beban berat.
Rasional : pergerakan yang cepat akan memudahkan terjadinya fraktur kompresi vertebra pada klien osteoporosis.
3.      Observasi efek samping obat-obatan yang digunakan
Rasional : obat-obatan seperti diuretic, fenotiazin dapat menyebabkan pusing, mengantuk dan lemah yang merupakan predisposisi klien untuk jatuh.







d.      Kurang perawatan diri yang berhubungan dengan keletihan atau gangguan gerak ditandai dengan klien mengeluh nyeri pada tulang belakang, kemampuan gerak cepat menurun, klien mengatakan badan terasa lemas dan stamina menurun serta terdapat fraktur traumatic pada vertebra dan menyebabkan kifosis angular.
Tujuan :
setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan perawatan diri klien terpenuhi dengan criteria hasil klien mampu mengungkapkan perasaan nyaman dan puas tentang kebersihan diri, mampu mendemonstrasikan kebersihan optimal dalam perawatan yang diberikan.
Intervensi :
1.      Kaji kemampuan untuk berpartisipasi dalam setiap aktifitas perawatan.
Rasional : untuk mengetahui sampai sejauh mana klien mampu melakukan perawatan diri secara mandiri.
2.      Beri perlengkapan adaptif jika dibutuhkan misalnya kursi dibawah pancuran, tempat pegangan pada dinding kamar mandi, alas kaki atau keset yang tidak licin, alat pencukur, semprotan pancuran dengan tangkai pemegang.
Rasional : peralatan adaptif ini berfungsi untuk membantu klien sehingga dapat melakukan perawatan diri secara mandiri dan optimal sesuai kemampuannya.
3.      Rencanakan individu untuk belajar dan mendemonstrasikan satu bagian aktivitas sebelum beralih ke tingkatan lebih lanjut.
Rasional : bagi klien lansia, satu bagian aktivitas bisa sangat melelahkan sehingga perlu waktu yang cukup untuk mendemonstrasikan satu bagian dari perawatan diri.



e.      Gangguan citra diri yang berhubungan dengan perubahan dan ketergantungan fisik serta psikologis yang disebabkan oleh penyakit atau terapi ditandai dengan klien mengatakan membatasi pergaulan dan tampak menggunakan penyangga tulang belakang (spinal brace).
Tujuan :
setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan klien dapat menunjukkan adaptasi dan menyatakan penerimaan pada situasi diri dengan criteria hasil klien mengenali dan menyatu dengan perubahan dalam konsep diri yang akurat tanpa harga diri negative, mengungkapkan dan mendemonstrasikan peningkatan perasaan positif.
Intervensi :
1.      Dorong klien mengekspresikan perasaannya khususnya mengenai bagaimana klien merasakan, memikirkan dan memandang dirinya.
Rasional : ekspresi emosi membantu klien mulai meneerima kenyataan.
2.      Hindari kritik negative.
Rasional : kritik negative akan membuat klien merasa semakin rendah diri.
3.      Kaji derajat dukungan yang ada untuk klien.
Rasional : dukungan yang cukup dari orang terdekat dan teman dapat membantu proses adaptasi.

f.        Gangguan eleminasi alvi yang berhubungan dengan kompresi saraf pencernaan ileus paralitik ditandai dengan klien mengatakan buang air besar susah dan keras.
Tujuan :
setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan eleminasi klien tidak terganggu dengan criteria hasil klien mampu menyebutkan teknik eleminasi feses, klien dapat mengeluarkan feses lunak dan berbentuk setiap hari atau 3 hari.
Intervensi :
1.      Auskultasi bising usus.
Rasional : hilangnya bising usus menandakan adanya paralitik ileus

2.      Observasi adanya distensi abdomen jika bising usus tidak ada atau berkurang.
Rasional : Hilangnya peristaltic(karena gangguan saraf) melumpuhkan usus, membuat distensi ileus dan usus.
3.      Catat frekuensi, karakteristik dan jumlah feses.
Rasional : mengidentifikasi derajat gangguan/disfungsi dan kemungkinan bantuan yang diperlukan.
4.      Lakukan latihan defekasi secara teratur.
Rasional : program ini diperlukan untuk mengeluarkan feses secara rutin.
5.      Anjurrkan klien untuk mengkonsumsi makanan berserat dan pemasukan cairan yang lebih banyak termasuk jus/sari buah.
Rasional : meningkatkan konsistensi feses untuk dapat melewati usus dengan mudah.

g.      Kurang pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi yang berhubungan dengan kurang informasi, salah persepsi ditandai dengan klien mengatakan kurang ,mengerti tentang penyakitnya, klien tampak gelisah.
Tujuan :
setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan klien memahami tentang penyakit osteoporosis dan program terapi dengan criteria hasil klien mampu menjelaskan tentang penyakitnya, mampu menyebutkan program terapi yang diberikan, klien tampak tenang.


Intervensi :
1.      Kaji ulang proses penyakit dan harapan yang akan datang.
Rasional : memberikan dasar pengetahuan dimana klien dapat membuat pilihan berdasarkan informasi.
2.      Ajarkan pada klien tentang faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya osteoporosis.
Rasional : Informasi yang diberikan akan membuat klien lebih memahami tentang penyakitnya.
3.      Berikan pendidikan kepada klien mengenai efek samping penggunaan obat.
Rasional : suplemen kalsium ssering mengakibatkan nyeri lambung dan distensi abdomen maka klien sebaiknya mengkonsumsi kalsium bersama makanan untuk mengurangi terjadinya efek samping tersebut dan memperhatikan asupan cairan yang memadai untuk menurunkan resiko pembentukan batu ginjal

7.      EVALUASI KEPERAWATAN

Hasil yang diharapkan meliputi :
a.       Nyeri berkurang
b.      Terpenuhinya kebutuhan mobilitas fisik
c.       Tidak terjadi cedera
d.      Terpenuhinya kebutuhan perawatan diri
e.       Status psikologis yang seimbang
f.        Menunjukkan pengosongan usus yang normal
g.       Terpeneuhinya kebutuhan pengetahuan dan informasi





    II.            ASUHAN KEPERAWATAN DISLOKASI SENDI

A.        DISLOKASI SENDI
1.      DEFINISI

rotgen.jpg
Dislokasi adalah keadaan dimana tulang-tulang yang membentuk sendi tidak lagi berhubungan secara anatomis (tulang lepas dari sendi) (Brunner&Suddarth)
Dislokasi adalah keluarnya (bercerainya) kepala sendi dari mangkuknya, dislokasi merupakan suatu kedaruratan yang membutuhkan pertolongan segera. (Arif Mansyur, dkk. 2000)
Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi. Dislokasi ini dapathanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya seluruh komponen tulang daritempat yang seharusnya (dari mangkuk sendi). Seseorang yang tidak dapat mengatupkanmulutnya kembali sehabis membuka mulutnya adalah karena sendi rahangnya terlepas daritempatnya. Dengan kata lain: sendi rahangnya telah mengalami dislokasi

2.      ETIOLOGI
Etiologi tidak diketahui dengan jelas tetapi ada beberapa faktor predisposisi, diantaranya :
a.      Akibat kelainan pertumbuhan sejak lahir
b.     Trauma akibat kecelakaan
c.      Trauma akibat pembedahan ortopedi
d.     Terjadi infeksi di sekitar sendi

3.      PATOFISIOLOGI
Penyebab terjadinya dislokasi sendi ada tiga hal yaitu karena kelainan congenital yang mengakibatkan kekenduran pada ligamen sehingga terjadi penurunan stabilitas sendi. Dari adanya traumatic akibat dari gerakan yang berlebih pada sendi dan dari patologik karena adanya penyakit yang akhirnya terjadi perubahan struktur sendi. Dari 3 hal tersebut, menyebabkan dislokasi sendi.
Dislokasi mengakibatkan timbulnya trauma jaringan dan tulang, penyempitan pembuluh darah, perubahan panjang ekstremitas sehingga terjadi perubahan struktur. Dan yang terakhir terjadi kekakuan pada sendi. Dari dislokasi sendi, perlu dilakukan adanya reposisi dengan cara dibidai.

4.      KLASIFIKASI
a.       Dislokasi congenital
Terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan.
b.      Dislokasi patologik
Akibat penyakit sendi dan atau jaringan sekitar sendi.
c.       Dislokasi traumatic
Kedaruratan ortopedi (pasokan darah, susunan saraf rusak dan mengalami stress berat, kematian jaringan akibat anoksia) akibat oedema (karena mengalami pengerasan)


5.      MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis yang di timbulkan pada Dislokasi sendi antara lain :
a.       Nyeri
b.      Perubahan kontur sendi
c.       Perubahan panjang ekstremitas
d.      Kehilangan mobilitas normal
e.       Perubahan sumbu tulang yang mengalami dislokasi
f.        Deformitas
g.       Kekakuan

6.      PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik pada Dislokasi Sendi, akan kita temukan :
a.       Tampak adanya perubahan kontur sendi pada ekstremitas yang mengalami dislokasi.
b.      Tampak perubahan panjang ekstremitas pada daerah yang mengalami dislokasi.
c.       Adanya nyeri tekan pada daerah dislokasi.
d.      Tampak adanya lebam pad dislokasi sendi.

7.      PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Pemeriksaan diagnostic pada Dislokasi Sendi diantaranya adalah :
a.       foto X-ray
Untuk menentukan arah dislokasi dan apakah disertai fraktur.
b.      foto rontgen
Menentukan luasnya degenerasi dan mengesampingkan malignasi.
c.       Pemeriksaan radiologi
Tampak tulang lepas dari sendi.


d.      Pemeriksaan laboratorium
 Darah lengkap dapat dilihat adanya  tanda-tanda infeksi seperti peningkatan leukosit.

8.      DIAGNOSTIK/KRITERIA DIAGNOSTIK

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesa :
a.       Ada trauma
b.      Mekanisme trauma yang sesuai, misalnya trauma ekstensi dan eksorotasi pada dislokasi anterior sendi bahu.
c.       Ada rasa sendi keluar

9.      KOMPLIKASI

Komplikasi yang bisa ditimbulkan oleh Dislokasi sendi antara lain :
a.       Komplikasi Dini
1)      Cedera saraf : saraf aksila dapat cedera ; pasien tidak dapat mengkerutkan otot deltoid dan mungkin terdapat daerah kecil yang mati rasa pada otot tesebut.
2)      Cedera pembuluh darah : Arteri aksilla dapat rusak.
3)      Fraktur disloksi.
b.      Komplikasi Lanjutan
1)      Kekakuan sendi bahu : Immobilisasi yang lama dapat mengakibatkan kekakuan sendibahu, terutama pada pasien yang berumur 40 tahun.Terjadinya kehilangan rotasi lateral,yang secara otomatis membatasi abduksi.

2)      Dislokasi yang berulang : terjadi kalau labrum glenoid robek atau kapsul terlepas daribagian depan leher glenoid.
3)      Kelemahan otot

10.  PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan pada Dislokasi sendi diantaranya, adalah :
a.       Dislokasi reduksi: dikembalikan ke tempat semula dengan menggunakan anastesi jika dislokasi berat.
b.      Kaput tulang yang mengalami dislokasi dimanipulasi dan dikembalikan ke rongga sendi.
c.       Sendi kemudian dimobilisasi dengan pembalut, bidai, gips atau traksi dan dijaga agar tetap dalam posisi stabil.
d.      Beberapa hari sampai minggu setelah reduksi dilakukan mobilisasi halus 3-4 X sehari yang berguna untuk mengembalikan kisaran sendi.
e.       Memberikan kenyamanan dan melindungi sendi selama masa penyembuhan.

B.        ASUHAN KEPERAWATAN PADA DISLOKASI SENDI
1.      PENGKAJIAN
Ø  Identitas Pasien dan Penanggung Jawab
Ø   Riwayat keluarga
Ø  Status kesehatan
·        Status kesehatan saat ini
·        Status kesehatan masa lalu
Ø  Pola Kebutuhan dasar (menurut Virginia Hunderson)
·        Bernafas
·        Makan dan minum
·        Eleminasi
·        Gerak dan aktifitas
·        Istirahat tidur
·        Pengaturan suhu tubuh
·        Kebersihan diri
·        Rasa nyaman
·        Rasa aman
·        Sosial
·        Pengetahuan
·        Rekreasi
·        Spiritual
·        Prestasi
Ø  Pemeriksaan fisik
·        Tanda – tanda vital (Nadi,Temp,RR,TD)
·        Keadaan Fisik (IPPA)
o Pemeriksaan neurologis
o Ekstremitas (atas dan bawah )
Ø  Pemeriksaan penunjang
·        Foto X-ray
·        Foto rontgen
Ø  Data Subyektif :
·        Terjadi kekauan pada sendi
·        Adanya nyeri pada sendi
Ø  Data Obyektif :
·        Perubahan panjang ekstremitas
·        Sulit menggerakkan ekstremitas
·        Meringis
·        Foto rontgen menunjukkan tulang lepas dari sendi





2.      DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa yang bisa timbul antara lain, adalah :
a.       Nyeri akut berhubungan dengan pergeseran sendi ditandai dengan adanya trauma jaringan dan tulang.
b.      Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan pergesaran sendi ditandai dengan kekakuan pada sendi.
c.       Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan dilakukannya reposisi ditandai dengan pembidaian.
d.      Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan panjang ekstremitas ditandai dengan perubahan postur tubuh.
e.       Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan dilakukannya reposisi ditandai dengan pembedaian.
f.        Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan terjepitnya pembuluh darah ditandai dengan edema.


3.      INTERVENSI

No. Dx
Tujuan
Kriteria Hasil
Tindakan Keperawatan
Rasional
1
Agar rasa nyeri pasien berkurang
Setelah diberi asuhan keperawtan diharapkan:
·        Pasien tampak tenang
·        Pasien tidak meringis
Mandiri :
·        Kaji lokasi dan skala nyeri

·        Observasi TTV



·        Ajarkan tekhnik distraksi dan relaksasi


Kolaborasi :
·        Berika obat analgesic sesuai indikasi.

· Untuk menentukan rencana yang tepat

· Untuk mengetahui perkembangan pasien

· Untuk mengalihkan perhatian agar pasien tidak terfokus pada nyeri.

· Membantu mengurangi nyeri.
2
Agar pasien dapat melakukan kembali mobilitas secara normal.
Setelah diberi asuhan keperawatan diharapkan :
·        Pasien dapat melakukan aktivitas kembali
·        Dapat mempertahankan gerakan sendi secara maksimal
·        Kekuatan otot pasien maksimal
·        Integritas kulit utuh.
Mandiri :
· Kaji kembali kemampuan dan keadaan secara fungsional pada kerusakan yang terjadi.

· Monitor fungsi motorik dan sensorik setiap hari


· Lakukan latihan ROM secara pasif.

· Ganti posisi tiap 2 jam sekali



· Observasi keadaan kulit

· Berikan perawatan kulit dengan cermat seperti massage dan memberi pelembab ganti linen atau pakaian yang basah.

Kolaborasi :
·        Koordinasikan aktivitas dengan ahli physioterapi.

· Mengidentifikasi masalah utama terjadinya gangguan mobilitas fisik.


· Menentukan kemampuan mobilisasi



· Mencegah terjadinya kontraktur.

· Penekanan terus-menerus menimbulkan dekubitus.

· Mencegah secara dini dekubitus.

· Meningkatkan sirkulasi dan elastisitas kulit dan menurunkan dekubitus.




· Kolaborasi penanganan physiotherapy.
           

4.         EVALUASI
Evaluasi hasil dari tujuan yang telah ditetapkan tehadap intervensi yang telah dilakukan.

No. Dx
Evaluasi
1
Nyeri berkurang
2
Dapat melakukan mobilitas secara normal






BAB III
PENUTUP

I.                   KESIMPULAN
A.        OSTEOPOROSIS
Osteoporosis adalah kelainan dimana terjadi penurunan massa tulang total.terdapat perubahan pergantian homeostatis normal,kecepatan resorpsi tulang lebih besar dari kecepatan pembentukan tulang,mengakibatkan penurunan masssa total. (Bruner & Suddarth,2001).
Faktor resiko penyebab osteoporosis,
yang tidak dapat diubah :
Ø  usia, lebih sering terjadi pada lansia
Ø  jenis kelamin, tiga kali lebih sering pada wanita dibandingkan pada pria. Perbedaan ini mungkin disebabkan oleh factor hormonal dan rangka tulang yang lebih keci
Ø  Ras, kulit putih mempunyai risiko paling tinggi
Ø  Riwayat keluarga/keturunan, pada keluarga yang mempunyai riwayat osteoporosis, anak-anak yang dilahirkan juga cenderung mempunyai penyakit yang sama.
Ø  Bentuk tubuh, adanya kerangka tubuh yang lemah dan scoliosis vertebramenyebabkan penyakit ini. Keadaan ini terutam trejadi pada wanita antara usia 50-60 tahun dengan densitas tulang yang rendah dan diatas usia 70tahun dengan BMI yang rendah.
                        yang dapat diubah :
Ø  Merokok
Ø  Gaya hidup, aktivitas fisik yang kurang dan imobilisasi dengan penurunan penyangga berat badan merupakan stimulus penting bagi resorspi tulang.Beban fisik yang terintegrasi merupakan penentu dari puncak massa tulang.
Ø  Gangguan makan (anoreksia nervosa)
Ø  Menopause dini, menurunnya kadar estrogen menyebabkan resorpsi tulang menjadi lebih
cepat sehingga akan terjadi penurunan massa tulang yang banyak.
Ø  Penggunaan obat-obatan tertentu seperti diuretic, glukokortikoid, antikonvulsan, hormone tiroid berlebihan, dan kortikosteroid.

1.         DISLOKASI SENDI
Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi. Dislokasi ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya seluruh komponen tulang dari tempat yang seharusnya (dari mangkuk sendi). Seseorang yang tidak dapat mengatupkan mulutnya kembali sehabis membuka mulutnya adalah karena sendi rahangnya terlepas dari tempatnya. Dengan kata lain: sendi rahangnya telah mengalami dislokasi.
Dislokasi yang sering terjadi pada olahragawan adalah dislokasi sendi bahu dan sendi pinggul (paha). Karena terpeleset dari tempatnya, maka sendi itupun menjadi macet. Selain macet, juga terasa nyeri. Sebuah sendi yang pernah mengalami dislokasi, ligamen-ligamennya biasanya menjadi kendor. Akibatnya, sendi itu akan gampang dislokasi lagi.
Skelet atau kerangka adalah rangkaian tulang yang mendukung dan me lindungin beberapa organ lunak, terutama dalam tengkorak dan panggul. Kerangka juga berfungsi sebagai alat ungkit pada gerakan dan menye diakan permukaan untuk kaitan otot-otot kerangka. Oleh karena fungsi tulang yang sangat penting bagi tubuh kita, maka telah semestinya tulang harus di jaga agar terhindar dari trauma atau benturan yang dapat mengakibatkan terjadinya patah tulang atau dislokasi tulang.
Dislokasi terjadi saat ligarnen rnamberikan jalan sedemikian rupa sehinggaTulang berpindah dari posisinya yang normal di dalam sendi. Dislokasi dapat disebabkan oleh faktor penyakit atau trauma karena dapatan (acquired) atau karena sejak lahir (kongenital).


II.                SARAN
A.        OSTEOPOROSIS
Melalui makalah ini penulis mengharapkan :
Ø  Para pembaca dan masyarakat mampu memahami dan mengerti tentang penyakit osteoporosis ini.
Ø  Para tenaga kesehatan mampu memberikan usulan keperawatan kepada pasien khususnya osteoporosis secara profesional.
Ø  Disarankan agar masyarakat mampu menjaga kesehatan dengan menghindari alasan yang bisa mengakibatkan osteoporosis.

B.        DISLOKASI SENDI

Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan pada makalah ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan sekali kritik yang membangun bagi makalah ini, agar penulis dapat berbuat lebih baik lagi di kemudian hari. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya.















DAFTAR PUSTAKA
Nurman ningsih, dkk. 2009. Asuhan Keperawatan pada Klien Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medik.
Sudoyo Aru W dkk .2007 .Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam .Jakarta: Dep.Ilmu Penyakit Dalam FKUI
Brunner, Suddarth, (2001) Buku Ajar Keperawatan-Medikal Bedah, Edisi 8 Volume 3, EGC : Jakarta.
Doenges, Marilynn E, dkk, (2000), Penerapan Proses Keperawatan dan Diagnosa Keperawatan, EGC : Jakarta.
Apley, A. Graham, APLEYS SYSTEM OF ORTHOPAEDICS AND FRACTURE 7 thedition, Great Britain, Bath Press.
Rasjad, Chairuddin, PENGANTAR ILMU BEDAH ORTOPEDI, Edisi kedua, Ujung Pandang, Bintang Lamumpatue.
Salter, Robert Bruce, TEXBOOK OF DISORDERS AND INJURIES OF THEMUSCULOSKELETAL SYSTEM, 2ndedition, Baltimore, U.S.A.

0 komentar:

Posting Komentar